Lestarikan Lingkungan Agar Listrik Tetap Berkelanjutan

Lilik Darmawan
27/2/2021 14:01
Lestarikan Lingkungan Agar Listrik Tetap Berkelanjutan
PLTA Ketenger, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah telah berusia 82 tahun namun masih berfungsi sampai sekarang.(MI/Lilik Darmawan)

KABUT Kabut masih terlihat menyelinap di antara pepohonan yang berjajar di lereng Gunung Slamet tepatnya di Dusun Kalipagu, Desa Ketenger, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah. Sejumlah warga berjalan menuju ke sawah dan sebagian ke hutan.

Mereka melewati pipa besar dan panjang yang membentang dari arah perbukitan ke kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ketenger. Selain pipa besar yang panjangnya mencapai 778 meter dan diameter 1,4 meter, juga masih terlihat bekas rel kereta api (KA).

Dalam sejarahnya, Hindia Belanda memang membangun berbagai pembangkit listrik di tanah jajahannya, salah satunya adalah PLTA Ketenger. Pembangkit listrik itu dibangun oleh seorang insinyur bernama GS Goemens. Pembangunannya cukup lama antara tahun 1932 hingga 1939. Jejak visualnya masih terekam rapi di Natioonal Archief milik Belanda. Rel KA sengaja dibangun untuk jalan lori atau kereta pengangkut berbagai bahan dan peralatan pembangunan PLTA.

"Dusun Kalipagu sesungguhnya memang merupakan desa wisata salah satunya Curug Jenggala. Untuk menjangkau ke sana, pasti akan melewati pipa besar yang mengalirkan air dari Dam Muntu menuju ke PLTA Ketenger. Meski umurnya sudah lebih dari 80 tahun, tetapi sampai sekarang pipa tersebut masih kokoh, bahkan PLTA juga masih beroperasi sampai sekarang," jelas Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Gempita, Desa Ketenger, Purnomo kepada www.mediaindonesia.com pada Kamis (25/2).

Bagi Purnomo, LMDH Gempita dan PLTA Ketenger memiliki kepentingan yang sama yakni membutuhkan air. Bagi LMDH Gempita, tanpa air, maka Curug Jenggala yang menjadi andalan wisata akan sirna, begitu juga dengan PLTA, jelas tidak mampu memproduksi listrik. 

"Karena itulah, kami bersama PLTA sama-sama menjaga lingkungan khususnya hutan dan kawasan di hulu Sungai Banjaran. Sampai sekarang, kondisi hutan masih bagus, sehingga air mengalir sepanjang tahun. Bahkan pada musim kemarau sekalipun," katanya.

Kondisi lingkungan dihulu Sungai Banjaran dan Sorobadak yang masih baik membuat PLTA Ketenger  telah berusia 82 tahun menjadi salah satu PLTA tertua di Indonesia, masih bertahan sampai sekarang. Sebagai pengelola PLTA Ketenger, PT Indonesia Power Mrica Power Generation Unit (PGU), Banjarnegara yang merupakan anak perusahaan PLN, terus berusaha menjaga lingkungan supaya suplai air penggerak turbin tetap lancar mengalir.

Kedua sungai penyuplai air untuk PLTA Ketenger yakni Banjaran dan Sorobadak mampu memproduksi listrik dengan kapasitas 8,5 Megawatt (MW). Ada empat unit turbin dengan kapasitas masing-masing 3,5 MW, 1 MW dan 0,5 MW.

Supervisor Senior Keamanan dan Humas PT Indonesia Power Mrica PGU Muhammad Amin Ikhsan mengungkapkan bahwa daya dukung lingkungan yang baik menjadi kunci bertahannya PLTA yang belasan tahun lagi akan menginjak seabad. PLTA Ketenger memiliki dua Dam yakni Dam Muntu dan Dam Jepang.

Kedua Dam ini menampung air untuk diluncurkan menggunakan pipa sebagai penggerak turbin. Produksi listrik dari PLTA Ketenger dialirkan melalui saluran udara tegangan tinggi (SUTT) ke Gardu Induk 150 Kv di Kalibakal, Purwokerto Selatan, Banyumas.

"Kami sebagai pengelola PLTA Ketenger terus berusaha menjaga lingkungan dan bersama masyarakat melakukan gerakan penghijauan. Misalnya di wilayah Baturraden dan Desa Melung, Kecamatan Kedungbanteng. Tahun ini, kami merencanakan lagi penghijauan. Kami telah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas dalam rangka penanaman sebagai bagian dari upaya menjaga lingkungan," kata Amin.

Potensial

Energi bersih yang dikembangkan sejak zaman Belanda dan dilanjutkan oleh Indonesia Power juga diikuti oleh badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemkab Banyumas. Melalui PT Banyumas Investama Jaya (BIJ), kini telah dikembangkan pembangkit listrik tenaga minihiro (PLTM) Logawa 1 dengan kapasitas 3 MW. “PLTM Logawa I telah bekerja sama dengan PLN sebagai  pembeli listriknya untuk disalurkan kepada masyarakat luas. Listrik disalurkan melalui SUTT masuk ke GI Kalibakal,”kata Direktur BIJ Aditya S Pratomo..

Menurut Aditya, saat sekarang tengah dikembangkan PLTM Logawa 2, 3, 4 dan 5 serta PLTM Kaligua. Untuk keenam calon PLTM tersebut sudah dibebaskan lahannya dan tengah melakukan proses perjanjian jual beli tenaga listrik (PJBL) dengan PLN. 

"Secara total, dari sungai-sungai yang ada di Banyumas, memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi PLTM dengan kapasitas hingga 20 MW. Jika itu dikembangkan semuanya, tidak saja menambah suplai listrik, melainkan juga memberikan pemasukan bagi pendapatan asli daerah (PAD). Jika dikembangkan keseluruhan, potensi PAD mencapai Rp100 miliar," jelasnya.

Potensi energi bersih yang bersumber dari air memiliki konsekuensi yakni pelestarian lingkungan hidup terutama di wilayah hulu sungai. Sebab,kalau tidak ada perlindungan terhadap alam, maka bisa saja suplai air menjadi berkurang atau bahkan hilang. 

"Karena itulah, salah satu yang dilakukan adalah terus mengajak masyarakat melaksanakan penghijauan. Misalnya, pada akhir tahun lalu, CSR PLTM Logawa 1 dikeluarkan untuk membeli 1.000 bibit pohon yang ditanam di Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng,â" ujar dia.

Kepala Seksi Energi Kantor Cabang Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jateng wilayah Slamet Selatan, Saptono Purwo, mengatakan bahwa kekayaan energi bersih yang bersumber dari sungai-sungai di Banyumas telah dimanfaatkan oleh pihak perusahaan maupun mandiri masyarakat. 

"Dulu masyarakat di sekitar lereng Gunung Slamet menggunakan turbin kayu. Kemudian pemerintah membangun PLTMH ketika PLN belum masuk. Kini, ketika PLN sudah masuk, maka sebagian masyarakat menjadi pelanggan PLN. Bahkan, berdasarkan perhitungan dari Dinas ESDM, elektrifikasi di Banyumas hampir mencapai 100%. Tahun ini, ada bantuan penambahan jaringan bagi keluarga tidak mampu sebanyak 2.100 keluarga. Wilayah kami kan ada dua yakni Banyumas dan Cilacap, tentu nantinya dibagi," kata Saptono.

baca juga: 3 Bendungan Baru di Jatim Ditargekan Rampung Tahun Ini

Saptono juga mengatakan bahwa kekayaan energi bersih yang dimanfaatkan untuk PLTA, PLTM serta pembangkit listrik mikrohidro (PLTMH) bersumber dari suplai air. Oleh karenanya, suplai air untuk menggerakkan turbin generator harus terus ada sepanjang tahun. Syaratnya tidak lain adalah menjaga lingkungan agar terus lestari. 

"Dukungan semua pihak guna menjaga hutan dan lingkungan harus terus diupayakan. Kalau sampai tidak bisa menjaga aliran air, maka produksi listrik juga akan terkena dampaknya," ungkapnya.

Awalnya dulu untuk mencukupi kebutuhan listrik, masyarakat di wilayah lereng Gunung Slamet menggunakan turbin kayu, tetapi listriknya tidak stabil. Kini mereka sudah menjadi pelanggan PLN yang menyuplai kebutuhan energi. Mereka tak hanya menjadi pengambil manfaat listrik, namun ikut juga menjaga lingkungan. Warga sadar dengan kelestarian lingkungan yang terjaga merupakan upaya agar listrik tetap berkelanjutan. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya