Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Ada Pro Kontra Status Hutan Kinipan

Mediaindonesia.com
10/9/2020 10:12
Ada Pro Kontra Status Hutan Kinipan
ilustrasi(DOK.MI)

WAKIL Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong bersama rombongan termasu mitra kerja KLHK yaitu Komisi IV DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IV Dedi Mulyadi dengan dua anggota lainnya, Darori Wonodipuri dan Bambang Purwanto mengunjungi Lamandau, Kalimantan Tengah, Rabu (9/8).

Kedatangan rombongan Wamen KLHK dan Komisi IV DORRI ini respons terhadap polemik yang sempat vural yakni sengketa antara warga yang mengatasnamakan masyarakat adat Laman Kinipan di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa. Komunitas ini menolak adanya aktivitas perusahaan PT Sawit Mandiri Lestari (SML).

Kunjungan rombongan Wamen LHK RI itu disambut Bupati Lamandau H Hendra Lesmana dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Pemkab Lamandau di Gedung Pertemuan Umum (GPU) Lantang Torang, Komplek Perkantoran Bukit Hibul. Pada pemaparan dan dialog yang berlangsung di GPU Lantang Torang tersebut hadir juga sejumlah pihak seperti Camat Batang Kawa, kepala desa serta sejumlah masyarakat dari desa Kinipan, dan sejumlah masyarakat dari desa-desa lain di sekitar perusahaan. 
Dalam kesempatan itu, bupati menjelaskan tentang kondisi yang ada di Lamandau saat ini. Ia juga memaparkan tentang status PT SML atas lahan yang digarap dari sudut pandang legalitasnya, termasuk berbagai langkah-langkah pemerintah daerah yang sudah dilakukan dalam upaya mengurai dan menyelesaikan sengketa yang terjadi.

Di tempat yang sama, Kades Kinipan Wiliem Hengki juga menyampaikan poin yang ia sebut sebagai kesepakatan yang dibuat oleh tokoh masyarakat di desanya, antara lain adalah meminta PT SML menghentikan penggarapan lahan di Kinipan dan meminta pemerintah menetapkan hutan adat di desanya. 

"Tidak ada salahnya jika kami minta agar hutan yang ada di Kinipan ditetapkan sebagai Hutan Adat," ujarnya.

Namun demikian, usai Kades Kinipan selesai berbicara, salah satu warga desa Kinipan bernama Petua juga menyampaikan harapannya. Petua mewakili puluhan masyarakat yang pro kerja sama kemitraan melalui program plasma dengan perusahaan, merasa berhak menentukan nasibnya untuk memperbaiki perekonomian keluarga dengan cara bekerja sama melalui program kemitraan dengan perusahaan. 

"Perlu saya sampaikan kepada bapak-bapak semua, bahwa tidak semua warga di Kinipan menolak (kerjasama kemitraan), bisa saya katakan mungkin 50-50 lah antara yang pro dan yang kontra ini. Kami yang pro kerja sama kemitraan program plasma juga mohon perlindungan. Kami juga sama-sama punya hak untuk hidup layak," katanya.

"Jual rotan sekarang sudah tidak laku, jual karet juga sama, jangan sampai kami juga menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa memperbaiki kesejahteraan keluarga kami," lanjut pria yang mengenakan lawung khas Dayak itu. 

Petua juga menunjukkan map hijau yang didalamnya ia sebut sebagai bukti berisi tanda tangan warga Kinipan yang telah menyatakan kesiapannya bermitra dengan perusahaan sejak beberapa tahun silam. Usai ia bicara map itu diberikan langsung kepada Wamen Alue Dohong dan rombongan yang hadir di depan forum. 

Dalam pertemuan itu Wamen LHK Alue Dohong juga menyebut, hasil analisis sementara KLHK RI berdasarkan overlay, citra satelit serta data batas administrasi desa, luasan lahan APL atau Areal Penggunaan Lain PT SML yang masuk Desa Kinipan itu hanya 906 haktare. Lahan tersebut hingga kini kondisinya belum digarap alias masih hutan. 
Di lain sisi, diketahui bahwa yang klaim Effendi Buhing Cs atas nama Komunitas Adat Laman Kinipan yang disebut hutan adat adalah seluas 16.169,942 hektare, di antara wilayah yang diklaimnya itu bahkan sangat jauh mematok lahan yang sudah digarap PT SML yang sebagian besarnya masuk pada potensi desa lain seperti  Desa Karang Taba. 

Wamen Alue Dohong  mengaku bahwa beberapa waktu lalu ia menerima kedatangan Effendi Buhing Cs di Kantor LHK, di Jakarta. 

"Kemarin pak Effendi Buhing datang ke kantor saya, kepada pak Effendi Buhing waktu saya sampaikan, karena dia orang Kinipan. Makanya saya minta agar persoalan ini diselesaikan dulu (persoalan) di (desa) Kinipan, jangan ke desa-desa lain. Saya juga tidak berani bawa-bawa desa lain. Toh desa lain itu kan tidak ada masalah, mereka inginkan (kerja sama) plasma," katanya saat diwawancara setelah pertemuan. 
 

baca juga: Tidak Ada Hutan Adat di Lahan PT SML

Wamen juga mengatakan bahwa kedatangannya dan rombongan ke Lamandau membawa misi untuk melihat kondisi riil di lapangan agar dapat mempercepat proses penyelesaian masalah. Ia juga mengaku baru melihat dan mendengar langsung secara faktual bahwa yang bersengketa bukan hanya Kinipan dengan PT SML, namun di Desa Kinipan sendiri ternyata ada yang pro dan kontra terhadap kehadiran PT SML. 

"Ternyata di Desa Kinipan sendiri masyarakatnya terjadi pro-kontra. Ini harus dimusyawarahkan dan diselesaikan di tingkat desa dulu. Jangan sampai terjadi konflik horizontal. Harus dicarikan solusinya. Untuk yang ingin menjaga hutan misalnya harus dicarikan solusinya seperti apa, dan bagi yang ingin plasma juga jangan dipaksa untuk tidak punya plasma, itu juga haknya," kata dia. 

Selebihnya, Alue Dohong juga berbicara soal berbagai opsi, salah satunya opsi skema pengusulan Hutsos atau Hutan Sosial di Kawasan Hutan Produksi (HP) atau Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) di luar kawasan konsesi perusahaan yang wilayahnya masuk Desa Kinipan.

"Kita masih akan terus gali informasinya, fakta-faktanya seperti apa, termasuk data dan fakta yang kita dapat hari inipun tentu akan menjadi salah satu acuan kita nantinya," jelasnya. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya