Headline

. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.

Fokus

Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.

Bertahan, meski Balian Terus Berkurang (2)

(Denny Susanto/N-2)
08/9/2020 04:55
Bertahan, meski Balian Terus Berkurang (2)
TRADISI ARUH; Masyarakat suku Dayak melakukan upacara adat Aruh di Desa Langkap, Kecamatan Awayan, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan,(MI/DENNY SUSANTO)

KEMARAU ditunggu warga suku Dayak. Mereka akan memulai berladang dengan menanam padi gunung Seperti di kebanyakan masyarakat adat, bercocok tanam dan panen selalu disertai dengan ritual adat. Dayak melaksanakan aruh

Berladang bagi mereka berarti membakar lahan. Dalam kehidupan saat ini, kebiasaan itu tidak bisa diterima. Alasannya memicu kebakaran hutan dan lahan.

Tahun lalu, Gusti Maulidin, 63, masyarakat adat peladang, dipenjara setelah membakar lahan yang hendak ia tanami di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.

Sebenarnya, warga Dayak punya teknik khusus yang menjadi kearifan lokal mereka dalam proses berladang. Pembukaan ladang dilakukan dengan gotong royong. Mereka
membuat sekat bakar agar proses pembukaan lahan tidak menimbulkan kebakaran hutan.

“Kehidupan suku Dayak tidak lepas dari ritual adat sebagai bentuk hubungan harmonis manusia, alam, leluhur, dan Sang Pencipta,” tutur Sapoi, 80, tokoh adat Desa Langkap, Awayan, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan.

Karena itu, aruh tetap bertahan dan dipertahankan sebagai tradisi warisan leluhur. Prosesinya kental dengan unsur religi dalam keyakinan Kaharingan yang diwariskan
turun-temurun.

“Aruh adalah kebudayaan yang dipertahankan masyarakat Dayak Meratus,” tambah Ketua Perkumpulan Masyarakat Dayak Meratus, Benyamin Uhil.

Sejumlah ritual adat Dayak pun saat ini telah menjadi objek wisata. Masyarakat Dayak Pitap mempunyai Aruh Bawanang atau  Aruh Ganal yang berlangsung selama sepekan.

Aruh menggambarkan hubungan manusia dengan alam. Tradisi aruh menyangkut kehidupan sosial dan religi. Selain aruh, budaya Kaharingan yang menjadi objek wisata ialah tradisi
perkawinan, kerajinan tradisional, dan kehidupan Dayak. Saat ini upaya pelestarian dibingkai sebagai event wisata. Pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi menggelarnya.

“Setiap tahun, seluruh balai adat di kawasan Pegunungan Meratus mengikutinya,” ujar Ketua Dewan Adat Dayak Balangan, Mandan. Namun, di balik optimistis pelestarian budaya, muncul juga kekhawatiran. “Jumlah Balian semakin berkurang karena tidak ada regenerasi,” ujar akademisi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Mansyur. Balian adalah tokoh Kaharingan. Mereka juga pemimpin upacara adat.

Ajaran dan ritual yang diterapkan dalam kepercayaan Kaharingan tidak pernah dibukukan, seperti halnya kitab suci agama lain. Balian-lah yang menjadi penuturnya. Di sisi lain,
generasi muda Dayak Meratus kurang tertarik mempelajari Kaharingan, termasuk profesi Balian. Bagaimana nasib Kaharingan? (Denny Susanto/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik