Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PERKEMBANGAN sejarah Indonesia yang dimulai pada awal-awal abad ke-19 hingga masa kemerdekaan dinilai banyak dipengaruhi oleh gerakan para ulama yang mengenyam ilmu di Kairo (Mesir) dan Mekah (Arab Saudi). Sehingga keberadaan para ilmuwan sekaligus ulama pada masa itu banyak mempengaruhi nasionalisme Indonesia.
Demikian benang merah yang dapat ditarik dalam Seminar Daring (virtual) bertema Relasi Kairo dan Haji dalam Jejaring Nasionalisme Indonesia, yang diadakan berkaitan dengan Dies Natalis ke 55 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Seminar secara virtual ini dan diikuti oleh 143 peserta dan menghadirkan tiga pembicara utama masing-masing adalah Prof. Dr. M. Dien Madjid dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Martin van Bruinessen (ahli sejarah Islam Indonesia dari Ultrecht University, Netherland) dan Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A. (Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).
Dien Madjid dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan, pada masa awal abad ke-19 dan awal abad 20, pelaksanaan haji yang dilakukan orang-orang Indonesia di Mekah telah menjadi momentum dan usaha menggalang sekaligus memupuk nasionalisme para warga Indonesia saat itu.
"Berhaji di masa kolonial Belanda, seyogyanya adalah perjalanan yang mengandung banyak maksud. Selain beribadah, haji juga digunakan untuk memperdalam ilmu agama dan bertukar pikiran dengan para jemaah haji lainnya tentang keadaan negeri-negeri mereka. Oleh sebab itu, banyak di antara orang yang pergi haji, memutuskan bermukim di Mekah. Sehingga di sana terdapat perkampungan khusus orang nusantara yang penduduknya dikenal sebagai Ashab al-Jawiyyin," ungkap Dien.
Di abad 19, sudah ada ulama Nusantara yang berkiprah di Mekah seperti Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Abdul Ghani Bima, Syekh Mahfuz al-Termasi dan Syekh Abdul Samad al-Falimbani.
"Mereka adalah guru dari ulama pembaharu Indonesia seperti K.H. Hashim Asyari dan K.H. Ahmad Dahlan. Kesempatan berjumpa dengan para haji dari negara yang dijajah Eropa digunakan untuk bertukar siasat menghadapi kolonialisme di masing-masing negara. Inilah yang menyebabkan mengapa haji begitu diwaspadai kolonial sepulangnya mereka dari Tanah Suci Mekah," kata Dien.
Sementara itu, Prof. Azyumardi Azra mengatakan Islam Indonesia dengan Islam di Timur Tengah, Asia Selatan dan kawasan dunia Islam yang sudah terbentuk sejak akhir abad 16. Menurut Azyumardi, lulusan Timur Tengah sejak akhir abad 19 memiliki peran penting dalam pembentukan dan pertumbuhan nasionalisme Indonesia.
Baca juga: Pandemi Picu Nasionalisme, Modal Pulihkan Pariwisata dan Ekonomi
Hal tersebut antara lain karena pengaruh modernisme Islam yang tengah bangkit di Timur Tengah. Dia menyebutkan ulama Indonesia alumni Timur Tengah seperti Nawawi al-Bantani dan Ahmad Khatib al-Minangkabawi telah melakukan kritik terhadap esotorisme Islam (ibadah yang cenderung dianggap sebagai bidah).
"Munculnya kritisisme yang tajam terhadap tarekat dari Nawawi al-Bantani dan Ahmad Khatib al-Minangkabawi sesungguhnya mencerminkan terjadinya transisi wacana intelektual dan gerakan Islam sedikitnya sejak perempatan abad 19. Transisi itu jelas sangat dipengaruhi perubahan-perubahan wacana intelektualisme dan gerakan Islam di Timur Tengah secara keseluruhan. Meski peran alumni Kairo cukup sentral dalam mendorong dan menyebarkan gagasan-gagasan modernisme Islam dan nasionalisme Melayu," kata Azyumardi.
Sementara itu, Prof Martin van Bruinessen mengatakan dalam masa kolonial Belanda di Indonesia awal abad ke-19, sesungguhnya ajaran Islam yang dibawa para ulama alumni Kairo dan Mekah sudah bergerak bersama dengan misi perdagangan melalui bahasa Melayu yang mempersatukan bangsa Indonesia.
Martin mengatakan kolonial Belanda ikut mempengaruhi munculnya persatuan dan nasionalisme Indonesia.
"Kolonial Belanda melalui jajahannya telah mempersatukan Indonesia dari Sabang hingga Merauke. jaringan kolonial dan jaringan perdagangan Islam dan Melayu turut mempersatukan Indonesia," tuturnya.
Menurut Martin, warga Indonesia abad ke-18 dan 19 yang menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu di Mekah dan di Kairo.
"Mekah dan Kairo dianggap sebagai tempat belajar. Namun dua tempat itu juga dianggap sebagai jendela ilmu pengetahuan sehingga orang-orang Indonesia seperti Syech Ahmad Katib ikut memberikan pengaruh dalam membentuk nasionalisme di Indonesia," tukas Martin.(OL-5)
KETUA DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Said Abdullah mengatakan pihaknya akan menyelenggarakan puncak peringatan Bulan Bung Karno di Makam Bung Karno di Kota Blitar
KETUA Umum Ahlulbait Indonesia (ABI) Zahir Yahya menilai untuk menghadapi tantangan di Indonesia yang kompleks, Islam dan kebangsaan harus berjalan beriringan.
Hal itu ia ungkapkan menanggapi wacana rencana penggunaan kenadaraan dinas hasil produk dalam negeri untuk para menteri, wakil Menteri, dan pejabat setingkat eselon I.
Perayaan hari kemerdekaan Indonesia digelar di semua penjuru tanah air.
MARCELLA Zalianty, yang telah absen dari dunia akting, kini aktif memajukan teater di Indonesia. Pada 2023, ia sukses memproduksi teater tentang pahlawan wanita Laksamana Malahayati,
Anies mengenang pidato Bung Karno pada sidang BPUPKI pada 1 Juni 1945 silam.
PENELITI senior BRIN Lili Romli menyayangkan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon tentang tidak adanya bukti yang kuat terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.
Menurutnya, pengingkaran terhadap peristiwa tersebut adalah bentuk penghapusan jejak sejarah Indonesia.
Proyek penyusunan ulang sejarah Indonesia ini sangat problematik dan potensial digunakan oleh rezim penguasa untuk merekayasa dan membelokkan sejarah sesuai dengan kepentingan rezim.
Pegiat HAM Perempuan Yuniyanti Chizaifah menegaskan pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada pemerkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dalam tragedi Mei 1998
Djarot mengatakan penulisan sejarah seharusnya berdasarkan fakta, bukan berdasarkan kepentingan politik. Maka dari itu, ia mengingatkan agar sejarah tidak dimanipulasi.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved