Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Petani Tolak Simplifikasi dan Kenaikan Cukai Rokok

Wisnu Arto Subari
08/7/2020 09:25
Petani Tolak Simplifikasi dan Kenaikan Cukai Rokok
Ketua APTI Jawa Barat Suryana, saat mengadakan pertemuan dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI.(Dok.APTI)

MASYARAKAT petani tembakau  yang tergabung dalam Asosisi Petani Tembakau Indonesia (APTI), mendesak  Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI)  untuk menolak rencana pemerintah khususnya kementerian keuangan yang akan menaikan dan melakukan simplifikasi pemungutan cukai rokok pada 2021 mendatang.

Kebijakan kenaikan dan simplifikasi (penyederhanaan)  cukai hanya akan berdampak pada turunnya harga tembakau di Tanah Air yang merugikan petani tembakau. Selain itu kalau sampai diberlakukan simpifikasi cukai rokok hal itu hanya akan menguntungkan satu  perusahaan besar asing dan sangat merugikan para petani tembakau di Indonesia.

Baca juga: Ekonomi Petani Tembakau di Ujung Tanduk

Hal tersebut disampaikan pengurus APTI yang juga Ketua APTI Jawa Barat Suryana, seusai mengadakan pertemuan dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI yang diwakili oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari wilayah Jawa Timur Ibnu Multazam, di Gedung DPR RI, Kawasan Senayan Jakarta Pusat, Rabu (8/7). Hadir pada kesempatan tersebut pengurus APTI Jawa Barat lainnya antara lain Otong, Sambas dan Sutarja.

“kenaikan cukai tembakau itu efek yang dirasakan petani  sangat terasa  karena harga tembakau anjlok dengan turunnya permintaan pabrikan. Pengusaha juga tidak mau membeli tembakau yang dihasilkan petani lokal. Terkait hal itu diharapkan kedepannya  pengusaha besar itu saling mengerti dengan para petani, karena pengusaha besar tidak akan bisa berjalan kalau tidak ada bahan baku dari petani. Begitu juga petani mengharapkan para pengusaha besar lebih maju karena otomatis akan berpengaruh terhadap penjualan tembakau dari petani lokal," papar Ketua APTI Jawa Barat Suryana.

Suryana menjelaskan, berdasarkan pengalaman tahun lalu, pemerintah menaikkan cukai dan harga jual eceran (HJE) tembakau sebesar 23% dan 35% telah membuat hasil panen petani temabaku selama 6 bulan tidak ada yang membeli.  Dari kasus tersebut, pihaknya mengambil kesimpulan pertama ada penurunan harga jual tembakau dari petani, kedua adanya penurunan  produksi dan ketiga adanya penuruna volume.

“Kami sampaikan kepada (Fraksi PKB DPR RI)  yang pertama kami menolak terhadap kenaikan cukai  2021, karena dengan kenaikan cukai 23% & HJE 35% sangat memberatkan bagi para petani tembakau karena berimbas kepada penurunan harga jual tembakau,“ tegas Suryana.

Kemudian penolakan terhadap rencana simplikasi pemungutan cukai, menurut Suryana, dikarenakan  kebijakan tersebut  hanya menguntungkan perusahaan  rokok besar asing yang ada di Indonesia. Hal tersebut pada akhirnya  akan  merugikan para petani tembakau dan juga pabrik rokok lainnya.

“Jadi kami berpandangan bahwa satu perusahaan besar asing  itu menginginkan penerapan simplifikasi terkait persaingan penjualan dengan perusahaan skala menengah.  Jadi menurut kami perusahaan besar tersebut merasa takut tersaingi. Bisa dibilang itu salah satu strategi perang dagang.”

Menurut Suryana, pihaknya menyampaikan kepada DPR RI, apabila pemerintah mengikuti keinginan satu perusahaan rokok besar asing, melakukan simplifikasi penerapan cukai,  salah satu konsekuensinya adalah akan banyak bermunculan pengusaha pengusaha rokok illegal. Selain itu, pihaknya akan mendesak DPR RI agar mempertemukan dengan Menteri terkait guna membahas penolakan simplifikasi.

Dalam pertemuannya dengan Fraksi PKB DPR RI  menurut Suryana,  pihaknya juga menyampaikan penolakan atas revisi Keputusan Presiden (Kepres)  No. 109.  karena Kepres tersebut sampai sekarang belum dilaksanakan secara konsisten.

Hal lainnya yang didsampaikan pengurus APTI kepada Fraksi PKB DPR RI  adalah tentang panen tembakau. Pihaknya meminta DPR RI agar mendorong pemerintah turun tangan untuk menurunkan kuota import  tembakau. Sehingga kedepannya import hanya untuk menutupi kekurangan produksi tembakau di Indonesia.

“kami juga sampaikan kepada DPR bahwa pemerintah melalui APBN harus ada anggaran diluar DBHCHT. Sedangkan hal lainnya kami menyapaikan untuk dilakukan kordinasi yang jelas antara pusat dan daerah dalam penyaluran dana DBHCHT sehingga ada keseragaman serapan dana DBHCHT jadi tidak ada ketimpangan antara wilayah satu dengan wilayah lainnya,” papar Suryana.

Dijelaskan Suryana, pihak APTI Jawa Barat memilih melakukan pertemuan dengan fraksi PKB DPR RI. Karena selama ini pihaknya memiliki kedekatan emosional dengan Fraksi dari Partai yang didirikan oleh mantan Presiden ke 4 Alm KH Abdurahman Wahid tersebut. Namun demikian, di lain kesempatan, pihaknya juga akan mengadakan pertemuan dengan fraksi fraksi lainnya seperti Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi partai Golkar. Sementara pihak Fraksi PKB sendiri, menyambut baik pertemuan tersebut dan berjanji akan mempertemukan masyarakat tembakau Indonesia yang tergabung dalam APTI dengan Komisi IV yang membidangi pertanian.

“Substansi dari pertemuan kami (Dengan Fraksi PKB DPR RI)  ini karena adanya dorongan dari rekan rekan petani tembakau di Jawa Barat, juga rasa keprihatinan kami karena misalnya saja Jawa Barat, dengan adanya pandemic Covid19 dana DBHCHT sebagian besar hanya dihabiskan untuk anggaran kesehatan tapi untuk bidang pertanian khususnya tembakau hampir tidak ada ” papar Suryana.  (RO/A-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya