Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
HARGA minyak dunia yang turun tajam sejak awal tahun ini seharusnya segera direspons oleh pemerintah dengan menurunkan harga bahan bakar minyak, terutama solar, guna meringankan beban rakyat di tengah pandemi Covid-19.
Namun hingga kini pemerintah tidak menggubris tuntutan transparansi harga solar. Padahal, penurunan harga solar bisa menjadi solusi untuk menggerakkan ekonomi secara mandiri, sehingga pemerintah tidak perlu mencari pinjaman asing untuk membiayai pemulihan ekonomi.
"Penurunan harga solar bisa menjadi insentif bagi sektor-sektor usaha yang terpukul akibat wabah corona, seperti industri manufaktur, transportasi publik dan logistik, maritim, perikanan, UMKM, serta pembangkit PLN agar
tarif listrik lebih murah. Kalau sektor-sektor ini tetap hidup, PHK massal dapat dicegah dan ekonomi akan bergerak," kata Bambang Haryo Soekartono, anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019, Kamis (4/6).
Menurut dia, multiplier effect solar sangat besar bagi perekonomian sebab mempengaruhi biaya operasional semua sektor usaha. Sebagai contoh, 70%-80% biaya operasional transportasi logistik di Indonesia untuk pembelian solar.
Jika harga solar turun, ongkos angkut tentu turun sehingga harga barang menjadi lebih murah, daya beli masyarakat pun meningkat, ungkap Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur ini.
Bambang Haryo menilai pemerintah kurang sensitif terhadap kesulitan pelaku usaha dan masyarakat karena membiarkan PT Pertamina (Persero) menjual solar lebih mahal dari seharusnya, bahkan jauh di atas harga di negara tetangga seperti Singapura.
Sebagai informasi, berdasarkan data bunker-ex.com, bunker solar jenis MGO (HSD) di pelabuhan Singapura per 29 Mei 2020 tercatat USD298,5 per 1.200 liter atau sekitar Rp3.600 per liter (kurs Rp14.500 per dollar AS). Harga
ini lebih rendah dari harga solar nonsubsidi (HSD) di Indonesia Rp7.300 per liter (per Mei 2020), juga lebih murah dari solar subsidi di Indonesia Rp5.150 per liter.
Tuntutan penurunan harga solar juga disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Dia berharap pemerintah menurunkan harga BBM, terutama bagi sektor usaha dan bisnis yang terdampak pandemi Covid-19.
"Penurunan harga BBM merupakan hal yang wajar jika merujuk pada harga minyak mentah dunia yang turun signifikan. Penurunan harga ini dapat menjadi insentif, terutama bagi sektor usaha yang sangat terpukul akibat pandemi corona," ujarnya.
Menurut Bambang Haryo, alasan Pertamina tidak menurunkan harga BBM karena membeli minyak mentah dari dalam negeri merupakan pembohongan publik. Sebab, BUMN itu selama ini justru mengimpor BBM yang sudah diolah untuk dijual di pasar domestik, termasuk mengimpor minyak mentah.
Dia menilai kekhawatiran Pertamina bahwa industri hulu migas akan gulung tikar jika harga BBM diturunkan juga tidak beralasan. "Industri migas tidak akan terpengaruh karena umumnya ekspor, sehingga tidak bakal terjadi PHK massal seperti yang sudah dialami sektor-sektor lain," ungkapnya.
Akibat menjual solar lebih mahal, lanjut Bambang Haryo, Pertamina justru mempersulit bisnisnya sendiri. Kilang Pertamina overload karena permintaan dalam negeri merosot, sementara supplier solar tidak lagi membeli dari
Pertamina karena lebih murah impor langsung dari Singapura. "Pertamina harusnya bisa bersaing dari negara lain untuk bisa jual lebih murah atau sesuai dengan harga pasar dunia," ujarnya.
Dia meminta pemerintah tidak mengorbankan dunia usaha dalam negeri hanya untuk menyelamatkan Pertamina. Di negara ini ada sekitar 60 juta unit UMKM dan lebih dari 250.000 perusahaan besar menengah dengan jumlah pekerja 100 jutaan orang. "Daripada mengorbankan mereka, lebih baik tutup saja Pertamina dan serahkan ke pengusaha yang mampu menjual BBM dengan harga transparan," tegasnya.
Bambang Haryo berharap Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dinilai tidak mampu mengendalikan mafia migas sehingga harga BBM mahal dari seharusnya.
Dia juga meminta Menteri BUMN Erick Tohir mengganti Dirut Pertamina karena dianggap gagal melakukan efisiensi, sehingga mengorbankan masyarakat dengan menjual solar mahal.
"Saya mengapresiasi respons Menkeu Sri Mulyani yang akan menurunkan harga BBM, terutama solar, demi pertumbuhan ekonomi. Kita tunggu realisasinya," ujarnya. (OL-13)
Kementerian ESDM meninjau dan mengevaluasi kondisi lapangan terkait tata kelola minyak mentah, serta memastikan kualitas dan kuantitas Bahan Bakar Minyak terjaga hingga ke tangan konsumen
Untuk wilayah DKI Jakarta, harga BBM Pertamax atau RON 92 menjadi Rp12.500 per liter dari yang sebelumnya Rp12.100 liter.
Pihaknya mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan kuota dan skema subsidi motor listrik 2025 secara terbuka.
Ketegangan geopolitik di kawasan Teluk Persia, yakni Iran vs Israel, kembali memunculkan kekhawatiran global.
Pertamina juga menempatkan petugas di lapangan untuk memastikan distribusi BBM dan LPG berjalan lancar.
PT Pertamina kembali menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di seluruh Indonesia mulai hari ini, Sabtu, 31 Mei 2025
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved