Meraksasa karena Tablig (2)

Ardi Teristi Hadi/N-2
23/7/2019 00:20
Meraksasa karena Tablig (2)
Pondok Pesantren Al Fatah.(MI/Ardi)

PONDOK Pesantren Al Fatah mewajibkan para santrinya mengenakan jubah dan burkak. Kebiasaan ini menular ke warga Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan.

Berdiri pada 1912, Al Fatah tercatat sebagai pondok pesantren tertua di Magetan. Pendirinya Kiai Siddiq, merupakan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama Magetan dan rais aam pertamanya.

Kiai Uzairon, penerusnya, setelah mempelajari amalan tablig ke Mesir dan India, memutuskan untuk meninggalkan NU. "Kiai Uzairon tidak mau berkonflik. Daripada bikin suasana kurang nyaman, dia memilih mundur dari NU secara struktural," papar Kiai Imdad Nasichin, salah satu pengasuh Ponpes Al Fatah.

Kepada anak asuhnya, saat itu, Kiai Uzairon menyatakan amalan tablig cocok dengan ajaran Islam yang ia terima selama ini. Ahlussunnah Wal Jamaah, tarekat, dan fikihnya juga sama. Tablig bukan organisasi, bukan yayasan, tetapi amalan.

Di lingkungan pesantren, tablig diamalkan dengan mengajak warga berangkat ke masjid saat ulama dan santri berangkat salat. Al Fatah juga mengajarkan para santri melaksanakan khuruj, dakwah berpindah, dan mengembara. Tidak hanya di Magetan, tetapi juga ke luar Pulau Jawa, bahkan ke luar negeri.

Amalan inilah yang kemudian juga membuat Al Fatah menjadi pesantren terbesar di Magetan. Saat ini santrinya sudah mencapai 23 ribu orang, dan 1.000-an di antaranya berasal dari luar negeri.

Al Fatah juga melebarkan sayap dengan membuka cabang di 130 wilayah, dan 4 cabang di Malaysia, yakni di Selangor, Johor, Pahang, dan Kuching.

Seiring perjalanan waktu, amalan tablig yang dibawa Kiai Uzairon bisa diterima para ulama di Magetan. Seperti diungkapkan Sekretaris PCNU Magetan, Sudarto, pengasuh Al Fatah, memang tidak lagi berada di struktur PCNU Magetan. "Tapi, secara kultur, kami masih berziarah ke makam sesepuh Al Fatah, sebagai pendiri NU Magetan. Ya seperti tetangga."

Hubungan sesama muslim, ujarnya, tetap baik. Namun, dari sisi organisasi, Al Fatah sudah tidak berada di NU.

Kepala Kantor Kementerian Agama Magetan, Muchdor, mengaku rutin melakukan pembinaan terhadap pesantren di Magetan, termasuk Al Fatah. "Tidak benar ideologi Al Fatah di luar syariat. Di Al Fatah Temboro, NKRI harga mati," tambah Muchdor yang mengaku sering ikut salat berjemaah di Al Fatah.

Bupati Magetan Suprawoto juga mengaku sering salat Jumat di pesantren ini. "Al Fatah jadi berkah buat Magetan karena menggerakkan ekonomi warga. Ada banyak santri yang berasal dari 20 negara."

Karena itu, pemerintah kabupaten terus menggulirkan program pembangunan di lingkungan ini, seperti perbaikan lingkungan, pelebaran jalan, dan pembuatan trotoar. (Ardi Teristi Hadi/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya