Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
DARI luar, tampilan warung kopi ini sangat sederhana. Warung ini menempati halaman rumah salah seorng warga.
Namun, pengunjung bisa menikmati kopi sepuasnya dengan membayar seikhlasnya. Pemilik warung tak mematok tarif untuk sekali minum kopi setiap Jumat.
Pemilik warung kopi ini adalah dua sahabat penyandang disabilitas, Uwes Kurni, 31, dan Wildan Wiguna, 25. Warung yang terletak di Kampung Cibungbulang, Desa Cisomang Barat Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat ini dinamai Warung Difabel Bersatu.
Uwes mengalami keterbatasan fisik akibat kecelakaan kerja pada 2011. Akibat terjepit crane, kedua kakinya harus diamputasi. Sementara Wildan terkena penyakit TBC tulang sejak umur 2 tahun yang membuatnya menderita penyakit tulang belakang.
Dengan bermodal Rp100 ribu pemberian seseorang, mereka membangun warung kopi atas ide salah seorang anggota TNI. Tujuannya agar kaum disabilitas bisa lebih mandiri dan tidak direndahkan orang lain.
"Kami buat ide bagaimana kalau tiap Jumat, pengunjung bisa menikmati kopi sepuasnya dengan membayar seikhlasnya. Kami tak mematok tarif, mau bayar berapapun, bahkan hingga gratispun kami ikhlas," kata Uwes di warungnya, Rabu (3/4).
Baca juga: Caleg Partai NasDem Pejuang Hak Disabilitas
Tidak mudah bagi Uwes bangkit pascakedua kakinya diamputasi. Kekalutan yang dialaminya semakin bertambah karena dia gagal merajut cinta dengan calon istrinya karena musibah itu.
"Setelah dioperasi, saya hanya bisa diam di rumah, sekitar 2014, saya join buka usaha jualan pulsa tapi akhirnya bangkrut. Kemudian ada teman dari Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) yang mendorong, mengajak saya bangkit hingga sekarang bisa mendirikan warung sederhana sejak pertengahan Maret," ujarnya.
Selain tempat minum kopi, warung ini dijadikan sebagai tempat kumpul dan bersilaturahim kaum disabilitas di Cikalongwetan. Menurut Uwes, banyak pihak yang memberikan bantuan agar usahanya ini terus berlanjut.
"Selain berdagang kopi, kami berdua juga berjualan merchandise Persib sumbangan dari rekan-rekan Bobotoh di Bandung yang peduli terhadap kaum disabilitas seperti kami," ungkapnya.
Wildan menyatakan, pantang meminta-minta kepada orang lain. Sejak lulus SMK, berbagai pekerjaan pernah dia lakoni, mulai dari kuli bangunan, tukang makanan cireng, penjual burung, sampai kerja di pabrik kardus hingga kini membuka jasa cuci motor.
"Pokoknya, saya kerjakan apa saja selama saya mampu dan pekerjaannya itu halal, yang penting tidak meminta-minta. Masalah rezeki belakangan, karena prinsip kami yang penting usaha," kata Wildan.
Uwes dan Wildan berharap, usahanya bisa semakin berkembang sehingga dapat memberdayakan teman-teman yang seperti mereka. "Cita-citanya ingin lebih maju, tambah lagi modal supaya dagangannya lebih banyak," tandasnya. (X-15)
YaSDI adalah lembaga atau organisasi yang berfokus pada pemberdayaan dan dukungan bagi penyandang disabilitas di Indonesia
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan pentingnya data yang memadai untuk memahami kebutuhan kelompok rentan dalam pembangunan
17,85% penyandang disabilitas berusia lebih dari 5 tahun di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan formal.
MESKI semangat inklusi terus digaungkan, nyatanya hanya sebagian kecil penyandang disabilitas yang berhasil menembus dunia kerja.
PEMBERDAYAAN penyandang disabilitas perlu terus ditingkatkan untuk mendukung proses pembangunan nasional. Saat ini berbagai tantangan masih kerap dihadapi oleh penyandang disabilitas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved