Headline

Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.

Jawab Tantangan Emil, Bank BJB Perlu Nakhoda Baru

Bayu Anggoro
31/1/2019 19:25
Jawab Tantangan Emil, Bank BJB Perlu Nakhoda Baru
(MI/BAYU ANGGORO )

PENYEGARAN di tubuh Bank BJB dirasa perlu jika ingin membawa kultur dan semangat baru ke dalam perbankan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu. Berbagai harapan baru yang dilontarkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil (Emil) akan sulit terpenuhi jika sumber daya manusia (SDM) di Badan Usaha Milik Daerah itu tidak diperbaharui.

Hal ini diungkapkan pakar ekonomi dari Universitas Pasundan, Acuviarta (Acu), saat mengomentari proses seleksi direksi Bank BJB yang tahapannya sudah dimulai. Acu mengatakan, eksistensi Bank BJB saat ini tidak terlepas dari peran besar pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat dan Banten.

Suntikan modal dan transaksi dari pemerintah daerah menjadi ruh bagi BUMD tersebut. Seiring pergantian tampuk kepemimpinan, Emil selaku Gubernur Jabar yang baru sekaligus pemegang saham mayoritas ingin memberi sentuhan baru untuk Bank BJB.

Orang nomor satu di Jabar itu ingin arah Bank BJB kembali ke semula yakni sebagai bank pembangunan daerah (BPD). Dia pun ingin bank pelat merah ini lebih fokus dalam mengembangkan sektor usaha mikro dan kecil menengah (UMKM).

"Sekarang bagaimana Bank BJB mampu memperhatikan entitas lain di luar pemerintah. Misalkan UMKM, infrastruktur, jadi itu hal yang baru," katanya di Bandung, Kamis (31/1).

Selain itu, Acu pun menilai kinerja Bank BJB dalam beberapa tahun ini kurang optimal. Padahal, menurut dia BUMD tersebut memiliki potensi yang besar untuk lebih bersaing dengan bank yang setingkat.

"Bank besar, potensi besar, tapi kurang optimal," katanya. Sebagai contoh, menurutnya daya saing Bank BJB di wilayah perkotaan masih kalah jika dibandingkan dengan bank-bank lainnya.

"BJB lebih kuat basisnya di kabupaten-kabupaten," katanya.

Selain itu, menurutnya, tingkat bunga bank tersebut kurang kompetitif jika dibandingkan dengan yang lainnya. Ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah yang besar dalam melakukan transaksi di bank tersebut.

"Kan kita melihat sebagian besar DPK di Bank BJB lebih banyak mengandalkan dana-dana penyertaan modal pemerintah, kemudian dana-dana pengelolaan PNS, dan sebagainya," kata dia seraya menyebut jumlah kredit bermasalah (NPL) di Bank BJB pun lebih tinggi dari ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.

Tak hanya itu, Acu pun menilai Bank BJB kurang optimal dalam mengembangkan sistem teknologi informasi perbankan.

"Menurut saya jika dibandingkan dengan bank selevel yang sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan BJB dari sisi aset dan sebagainya, kemampuan sistem informasi teknologi di Bank BJB sangat lamban. Kan kita sekarang di era digital," katanya seraya menyebut faktor ini menjadi hal penting dalam menghadapi persaingan saat ini.

Oleh karena itu, Acu menilai manajemen Bank BJB perlu diperbaharui oleh SDM baru yang mampu menunjukan keberpihakan terhadap sektor-sektor itu. Dia berharap seleksi calon direksi Bank BJB yang telah dimulai ini dijalankan dengan baik agar menjadi pintu masuk bagi profesional perbankan yang bisa mewujudkan kultur baru itu.


Baca juga: Fraksi NasDem Minta Semua Pendaftar Direksi BJB Diberi Kesempatan


Dia meyakini sosok baru yang dihasilkan proses seleksi ini bisa memenuhi tantangan tersebut.

"Karena kalau tidak, menurut saya akan sama dengan sebelum-sebelumnya. (Proses seleksi) itu hanya bungkus baru dari pertimbangan-pertimbangan yang mungkin lebih banyak unsur politis dari pemegang saham, kepentingan politis pemegang saham. Bahwa pemegang saham
merekrut berdasarkan control yang cukup optimal terhadap dewan direksi di BJB," tegasnya.

Disinggung aturan main dalam proses seleksi tersebut, Acu mencium persoalan karena terkesan menutup kesempatan bagi sebagian pendaftar. Hal ini bertentangan dengan keinginan Emil yang akan membuka peluang dan kesempatan yang sama kepada setiap kandidat.

"Ini satu hal yang menurut saya tidak fair. Artinya kita dalam merekrut apa pun, yang lebih bagus itu semakin banyak kesempatan yang diberikan, tentu dengan batas-batas kompetensi, yang sesuai. Itu akan lebih bagus karena pilihannya lebih banyak, lebih beragam," katanya.

Dengan begitu, menurutnya, persyaratan seleksi yang tertuang dalam AD/ART perusahaan bisa saja dievaluasi demi proses yang terbaik.
"Menurut saya bukan suatu hal yang tabu, perubahan AD/ART bisa dilakukan, sepanjang jelas dasar pertimbangannya, jelas sasarannya, itu saya kira bisa dilakukan," katanya.

Perubahan AD/ART ini pun, lanjut Acu, lazim dilakukan bank lain termasuk yang berstatus BUMN.

"Banyak BUMN-BUMN melakukan perubahan AD/ART. Ini cukup lazim. Perubahan kebijakan-kebijakan strategis perusahaan, kaitannya dengan perusahaan pelat merah, itu sangat dinamis, sepanjang memang sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan pasar," paparnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya