Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
MENDENGAR kata pantai, orang biasanya akan membayangkan lokasi wisata. Ya, kawasan tepi laut itu selalu menjadi tempat yang sering kali dikunjungi, untuk menikmati suasana alam di pesisir laut. Apalagi jika pantainya indah dan penuh daya tarik, pastilah menjadi kawasan objek wisata.
Di Kota Palu, Sulawesi Tengah, terdapat beberapa pantai yang menjadi kawasan wisata. Semua pantai itu memiliki daya tarik tersendiri, dengan berbagai pesonanya masing-masing.
Ada yang menjadi tempat untuk bersantai sejenak, sekadar untuk nongkrong atau menikmati deburan ombak, seperti Pantai Talise, Pantai Taman Ria, Pantai Tumbelaka, dan Pantai Pantoloan.
Adapula yang menjadi tempat santai untuk berlibur hingga berhari-hari, seperti Pantai Taipa, yang berada di Kelurahan Taipa, Kecamatan Palu Utara. Orang Palu mengenalnya dengan nama Taipa Beach. Kawasan wisata pantai, yang turut menjadi andalan di Kota Palu.
Berbagai fasilitas terdapat di Taipa Beach. Seperti cottage, gazebo, danau buatan lengkap dengan sepeda air dan rumah danaunya. Wahan
bermain, kolam renang dengan nuansa air terjunnya, ruang rapat dan ruang pesta untuk pengantin, wisata pantai, serta kafe dan restoran. Termasuk keindahan biota alam bawah laut.
Bagi wisatawan yang senang menikmati keindahan bawah laut, kawasan perairan Taipa Beach memberikan pemandangan alam bawah air yang menarik. Wisatawan bahkan bisa melakukan snorkeling atau diving di Taipa Beach.
Hanya dengan kedalaman sekitar 50 meter dari bibir pantai, sudah dapat menyaksikan keindahan terumbu karang dengan berbagai jenis ikan berwarna-warni yang cantik.
Taipa Beach memang sangat ideal sebagai tujuan wisata bahari. Dengan kondisi pantai yang bersih, dan pemandangan disekitarnya yang masih asri, dengan pepohonan yang hijau, membuat suasana pantainya semakin asyik.
Bahkan, dari kejauhan diseberang laut, mata kita dapat menyaksikan pemandangan elok Gunung Gawalise. Semua itu dengan mudah dapat dinikmati dari bibir pantai atau saung dan pendopo yang berdiri, berjejer di sepanjang kawasan Taipa Beach.
Namun sungguh sayang sekali. Ibarat sebuah cerita, semua gambaran itu hanyalah masa lalu. Saat ini, pesona yang telah dimiliki Taipa Beach hilang. Suasana indah yang tersaji dari Taipa Beach hancur berantakan, setelah kawasan wisata tersebut di hantam tsunami, pada Jumat 28 September 2018 lalu.
Goyangan gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter yang terjadi sore hari itu, sesungguhnya tidak memberi dampak berarti terhadap kerusakan bangunan dan fasilitas yang ada di Taipa Beach. Tetapi, gempa yang kemudian disusul dengan kejadian tsunami, itulah sebabnya.
Hantaman ombak yang tingginya lebih dari 5 meter itu, dengan mudah menggulung berbagai perhiasan wisata di Taipa Beach. Situasi saat itu, seakan tak ada lagi pesona yang dapat ditawarkan kepada wisatawan. Pascagempa dan tsunami, angka pengunjung objek wisata tersebut anjlok drastis.
Jargon Palu Bangkit yang dipopulerkan sekitar seminggu pasca gempa, tsunami, dan likuifaksi, yang terjadi di kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Kabupaten Donggala. Termasuk dampaknya yang terasa di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, membuat objek wisata tersebut mulai bergairah.
Pemilik Taipa Beach, H Hadianto Rasyid, yang merupakan praktisi bisnis di Kota Palu, ternyata masih memiliki semangat untuk membangun kembali usahanya itu. Ia berencana mengembalikan pesona yang dulunya dimiliki Taipa Beach.
Sarana yang rusak di Taipa Beach mulai diperbaiki. Bahkan, bangunan yang hancur dan hilang akibat tsunami, mulai dibenahi saat ini. Setiap harinya, Hadianto Rasyid selalu berada di Taipa Beach untuk mengontrol para pekerja yang sedang melakukan tugasnya.
"Dari puluhan pekerja, yang tersisa hanya tinggal beberapa orang saja. Rata-rata mereka takut bekerja dipinggir pantai. Ini yang ada tinggal pekerja saya yang bermental kuat. Mungkin inilah yang menjadi kendala saya, untuk segera mengembalikan Taipa Beach seperti dulu," aku Hadianto, kepada Media Indonesia.
Menurutnya, dampak kerusakan akibat gempa dan tsunami terhadap objek wisata tersebut, mencapai 70% dari infrastruktur yang dimiliki Taipa Beach.
"Saya selalu istilahkan bahwa kita dengan kondisi ini, ya mulai dari nol lagi, karena harus membenahi begitu banyak kerusakan yang diakibatkan oleh gempa," ujar Hadianto.
Meski demikian, ia tetap optimis untuk membangun kembali sarana dan prasarana pendukung objek wisata tersebut. Sekalipun saat ini, masyarakat masih kurang berminat terhadap pantai. Rasa trauma akibat tsunami bisa menjadi penyebabnya. Hadianto pun sadar akan hal itu.
"Tentunya masyarakat secara psikologi masih terpengaruh yah. Apalagi kita dihantam oleh tsunami, sehingga hal itu tentu menjadi pengaruh terhadap kunjungan wisata. Di samping itu juga, saat ini dengan kerusakan yang ada di tempat kami, memang belum cukup siap untuk menerima kembali pengunjung untuk datang ke tempat ini," tandasnya.
Meski demikian, Hadianto bersama manajemen Taipa Beach tetap berupaya untuk mengembalikan Taipa Beach menjadi destinasi wisata, yang bisa diandalkan kembali di Kota Palu. Mereka terus berbenah.
"Insya Allah dalam dua atau tiga bulan ke depan, kondisi sudah jauh lebih baik. Sehingga fasilitas-fasilitas yang kita siapkan sudah bisa dinikmati oleh wisatawan," tutur Hadianto.
Pada 6 Januari 2019, terhitung 100 hari usai terjadinya bencana di Palu, Taipa Beach memang sudah diaktifkan lagi. Namun hanya menyediakan fasilitas wisata seadanya, seperti kolam renang, beberapa wahana bermain, kafe, dan restoran. Bahkan sejak sebulan pascatsunami pun, objek wisata Taipa Beach sudah kembali beroperasi.
Menurut Hadianto, dibukanya Taipa Beach sebagai tempat wisata, di tengah situasi dan kondisi Kota Palu, yang masih dibayangi peristiwa kelam di akhir September 2018 lalu, merupakan bentuk nyata bangkit dari keterpurukan.
"Saat ini alhamdulillah sudah dibuka, khususnya untuk permandian. Dengan kondisi ya memang saat ini kita tengah dalam renovasi," kata Hadianto.
Ia merasakan cukup jauh perbedaan angka kunjungan saat ini, jika dibandingkan dengan sebelum terjadinya gempa dan tsunami. Sebelumnya, angka kunjungan wisatawan bisa mancapai 1.000 hingga 1.500 orang di waktu libur akhir pekan. Namun saat ini, angka itu hanya mampu mencapai 100 hingga 150 pengunjung, atau berkisar 10 % saja.
Hadianto optimistis dalam kurun waktu enam bulan ke depan, Taipa Beach sudah pulih seperti sedia kala. Dapat kembali menjadi lokasi tujuan wisata, yang diharapkan mampu memberi energi baru, dan bisa menghilangkan kepenatan karena rutinitas kerja, serta memberikan kesan mendalam bagi para pelancong. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved