Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Warga Menolak Situs Sejarah Kupang Dirobohkan

Palce Amalo
30/8/2018 15:00
Warga Menolak Situs Sejarah Kupang Dirobohkan
(MI/Palce Amalo)

WARGA menempelkan kertas yang bertuliskan 'Tolak Penghancuran Situs' di pagar, rumah tua bekas peninggalan Belanda di di Jalan Soekarno, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Kamis (30/8).

Bangunan itu dibangun sejak 1614 itu pernah ditempati Wakil Karesidenan Timor (Timor en Onderhoorigheden) dan saat ini menjadi salah satu situs sejarah Kota Kupang. Di sampingnya masih berdiri gedung Gereja Kota Kupang yang juga dibangun pada tahun yang sama.

Penolakan warga lantaran seorang pengusaha setempat mulai memasang seng mengelilingi gedung, serta melakukan penggalian fondasi di samping gedung menggunakan escavator. Informasi yang beredar di kalangan komunitas sejarah dan warga setempat menyebutkan situs sejarah itu dialihkan ke pihak lain dan selanjutnya akan dipugar.

"Kami menolak karena bangunan itu masih satu kesatuan dengan cagar budaya Gereja Kota Kupang dan abgian bagian dari perjalanan sejarah Kota Kupang," kata anggota Komunitas Sejarah Kota Kupang Eduard Gana.

Di lokasi tersebut terdapat beberapa bangunan tua yang masih tegak berdiri antara lain Benteng Concordia, Klenteng Lay, Rumah Keresidenan Timor dan bekas penjara.

Setelah ditolak warga, aktivitas di sekitar situs sejarah tesebut dihentikan. Bagi Eduard, situs-situs sejarah Kota Kupang mestinya dilestarikan, bukan dirobohkan kemudian dibangun bangunan baru. 

Menurutnya bangunan itu pernah dimanfaatkan sebagai kantor Dinas Peternakan dan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kupang. Setelah Kota Kupang terbentuk pada 1996, Kabupaten Kupang kemudian pindah ke Oelamasi, sekitar 33 kilometer arah utara Kota Kupang.

Pemerhati Sejarah Kota Kupang Yaherlof FoEh mengatakan kehancuran dan penghancuran sebuah situs sejarah adalah tindakan yang sangat disesalkan oleh warga yang menjungjung tinggi peradaban.

"Sebenarnya pemerintah mendesain suatu konstruksi tata kota yang selain menjamin estetika, sosial ekonnomi tapi pemerintah harus menjamin dan melindungi bahkan memelihara dan melestarikan situs-situs budaya dan peradaban. Jika tidak, suatu kota akan kehilangan entitas peradaban. Harga dari sebuah kota antara lain ditentukan dari tingginya peradaban 
itu sendiri," kata Yaherlof.

Menurutnya setiap azet hasil sebuah peradaban adalah milik persama rakyat dan pemerintah. Pemerintah dipercaya menggunakan otoritasnya untuk melihara, melindungi dan melestarikannnya, bukan sebaliknya menggunakan otoritas yang berakibat hilang atau hancurnya sebuah hasil peradaban.

Berdasarkan fakta di lapangan, menurut Dia, telah terjadi aktivitas membangun berupa pemagaran, penggalian fondasi, penghancuran, pengerusakan bangunan di sekitar atau di samping rumah jabatan Wakil Residen Timor. 

"Kami menduga telah terjadi pengalihan aset sejarah rumah  jabatan Wakil Residen Timor dari Pemerintah Kabupaten Kupang kepada pihak ketiga," ujarnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya