Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEMBARI duduk, dua perempuan tampak merebahkan tatapan matanya ke bawah, tangan mereka tampak begitu cekatan membolak balikan makanan yang tersusun rapi pada alas pemanggang.
Hawa panas yang keluar dari bara api yang membara, memaksa kedua perempuan itu harus melindungi tangan mereka dengan sehelai kain yang di ikat di tangan kanannya.
Fenomena ini dapat di lihat saat proses pemangganan otak-otak daun di gerai otak-otak milik Afung di jalan Mayor Syafri Rahman Belinyu Kabupaten Bangka, sebelum di hidangkan kepada para pembeli.
Otak-otak merupakan makanan olahan dari hasil laut yakni daging ikan tenggiri yang di selimuti oleh daun pisang, di Bangka Belitung, makanan yang di olah oleh masyarakat etnis Tionghoa ini. Menjadi favorit semua kalangan tak mengenal suku, agama dan ras.
Untuk membuat otak-otak, selain daging ikan tenggiri segar, dibutuhkan, tepung terigu, bawang merah, santan dan penyedap rasa. Sementara untuk cukanya, bahan yang diperlukan ialah terasi, toucho, cabai dan jeruk kunci.
Cara pembuatanya pun tidak terlalu sulit, seluruh bahan di tinggal di campur dan di aduk dengan mesin yang di rancang khusus untuk mengolah makanan.
"Kalau pengolahannya tidak sulit malah prosesnya cepat kan menggunakan mesin, yang lama itu proses membungkusnya dengan daun pisang," kata Afung pemiik gerai Otak-otak tersebut.
Namun, menurut Afung kendati proses pengolahannya cepat tidak mengurangi cita rasa sebagai ciri khas otak-otak hasil produksinya yang sudah menjadi warisan turun-temurun.
"Biar proses pengolahannya cepat, Kita tetap mempertahankan citra rasa, sebagai ciri khas, makanya kita tidak akan buat otak-otak kalau tidak ada ikan tenggiri," ujarnya.
Di daerah lain, diakuinya, otak-otak hanya dinikmati dengan cuka, beda di Bangka Belitung, otak-otak di nikmati dengan kuah yang berbeda yaitu taucho.
"Kita punya dua variasi cuka, pertama cuka dari gula merah, dan kedua cuka yang terbuat dari terasi dipadukan dengan taucho, ini yang membedakan dari daerah lain, selain kelezatanya," ungkap dia.
Tidak mengherankan, jika setiap hari-hari libur baik keagamaan maupun libur nasional, menurut pemilik Otak-otak yang sudah 5 tahun berdiri ini, kedainya selalu ramai di kunjungi para wisatawan. Tidak tanggung-tanggung dalam sehari 5.000 buah otak-otak ludes terjual.
"Kalau musim libur dan hari besar keagamaan dalah sehari bisa habis 5000 otak-otak, tapi kalau hari biasa hanya 2.000 otak-otak," ujar wanita berusia 48 tahun ini.
Satu otak-otak diakuinya di bandrol dengan harga Rp.2000 per buah, karena fisiknya yang tidak terlalu besar berukuran 3 cm dan lebar 1,5 cm tebal 0,4 mm. Satu orang bisa menghabiskan 20 hingga 30 buah otak-otak.
"Bentuknya tidak terlalu besar, makanya satu orang bisa menghabiskan 20-30 buah otak-otak,"tutur Afung.
Tidak Naik Harga dan Kurangi Ukuran
Kendati harga ikan tenggiri saat ini melonjak hingga Rp80 ribu per kilogram, Afung mengaku tidak akan menaikan harga atau mengurangi ukuran.
"Biar ikan mahal seperti sekarang ini Rp80 ribu per kilogram, kita tidak akan menaikan harga dan mengurangi ukuran," terang Afung sembari menyebutkan yang terpenting ikan selalu tersedia.
Afung tidak mau hanya gara-gara ukuran di kurangi, harga dinaikan, membuat konsumen kecewa dan hijrah ke tempat lain.
"Kita tetap menjaga, kepercayaan konsumen, makanya biar ikan mahal kita tetap pertahankan rasa, ukuran dan harga," tegas dia.
Apalagi, diakuinya sekarang ini, tempat penjualan otak-otak sudah menjamur, demikian juga di Pusat Kota Pangkalpinang.
"Sekarang pedagang otak-otak sudah menjamur, tapi untuk otak-otak kita, tetap di Belinyu tidak membuka cabang di Pangkalpinang atau tempat lain," tutur dia.
Ia pun bersyukur kendati tidak membuka cabang di Pangkalpinang, setiap hari tempatnya selalu ramai di kunjungi Pembeli.
Sementara, Akhmad Alvian Pemerhati Budaya dan Kuliner di Bangka Belitung (Babel) menyebutkan karena rasanya lembut seperti otak, maka, makanan ini di namakan Otak-otak.
Awal masuknya otak-otak di Provinsi Bangka Belitung, dijelaskan dia, didatangkan oleh Sultan Palembang Muhammad Mansyur Jayo Inglago pada 1078-1710. Saat itu banyak sekali orang-orang Tionghoa yang di datangkan ke Bangka, mereka bekerja sebagai masyarakat pertukangan dengan kemampuan multitalent.
"Babel ini kaya akan hasil lautnya. Masyarakat Tionghoa yang datang ke Bangka ini selain memiliki keahlian menambang timah, mereka mengolah hasil laut itu dengan berbagai jenis makanan salah satunya Otak-otak," ujarnya.
Karena sejarah dan Budaya, menurut Alvian, tak salah jika otak-otak ini merupakan bagian dari Gastronomi, yaitu makanan yang terkait dengan sejarah dan budaya setempat.
"Otak-otak ini kan pun sejarah dan budaya, yang di wariskan secara turun-temurun, makanya nama tempat otak-otak selalu menggunakan nama pemilik atau pembuatnya, apalagi di Belinyu Bangka yang sudah menjadi home idustrinya otak-otak," ungkap dia.
Seiring perkembangan, kata dia, otak-otak memiliki banyak pilihan, mulai dari otak-otak daun, otak-otak saja, enjan otak-otak campuran ikan dan talas serta lain-lainya.
Sekarang ini, menurutnya Otak-otak bukan hanya diminati masyarakat lokal saja, tetapi banyak di buru para wisatawan, baik sebagai oleh-oleh maupun untuk di nikmati di lokasi.
Bagi Anda yang penasaran ingin mencicip kenikmatan dan kelezatan kuliner Gastronomi Babel satu ini. Silahkan datang langsung ke sentra-sentra home industri otak-otak yang ada di Babel, apakah itu di Belinyu Bangka atau di Kota Pangkalpinang. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved