Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
SEBANYAK 16.375 jiwa pada 23 kecamatan di Aceh Utara mengungsi sejak Selasa (5/12) kemarin, lantaran ribuan rumah mereka masih terendam. Apalagi, hujan deras yang melanda beberapa wilayah di Aceh terus terjadi.
Kepala BPBD Aceh Utara, Munawar, Rabu (6/12), mengatakan, banjir yang merendam 23 dari 27 kecamatan di Aceh Utara, makin parah khususnya di Kecamatan Lhoksukon. Selain ketinggian air bertambah tinggi mencapai 2 meter lebih dan meluas, jumlah dan titik pengungsi juga bertambah.
"Banjir melanda 23 kecamatan di Aceh Utara telah menyebabkan 16.375 jiwa terpaksa mengungsi. Belasan ribu warga yang mengungsi tersebar di 56 titik pengungsian. Itu data sementara, penyitas banjir paling banyak di Kecamatan Lhoksukon 8.586 jiwa, Pirak Timu 3.287 jiwa dan Matangkuli 2.772 jiwa," sebutnya.
Ia menyebutkan, banjir yang mengenangi sejumlah kecamatan akibat meluapnya sungai besar yang melintasi kawasan Aceh Utara seperti Krueng Keureuto, Krueng Buloh, Krueng Pase, Krueng Peuto, dan Krueng Jambo Aye, serta sejumlah anak sungai lainnya.
"Intensitas hujan memang tinggi, hingga luapan air sungai. Debit air sungai tergolong tinggi setelah hujan deras, arus deras sebagian besar kiriman dari dataran tinggi seperti kawasan pegunungan di Bener Meriah. Ketinggian air bervariasi mulai dari 30-150 sentimeter," katanya.
Ia menambahkan, musibah banjir di akhir 2017 termasuk yang terparah sejak tiga tahun terakhir. Pasalnya, dampak banjir ini tidak hanya meredam permukiman warga, juga menghancurkan sejumlah infrastruktur dan merusak persawahan warga.
"Banjir kali ini termasuk yang terparah sejak 2014 lalu. Selain merendam ribuan rumah penduduk, banjir juga telah merusak ribuan hektare areal pertanian, tambak, dan perkebunan, infrastruktur pemerintahan, dan fasilitas publik lainnya," jelasnya.
Ia menambahkan, dampak kerusakan lainnya seperti infrastruktur jalan yang longsor di jalur lintas KKA-Bener Meriah, jembatan di Sawang, dan tanggul sungai seperti di Kecamatan Samudera, Tanah Luas, dan Lhoksukon.
Pihaknya juga telah mengevakuasi para pengungsi, petugas gabungan bahu membahu mendistribusikan logistik dari Dinas Sosial Aceh Utara dan Aceh.
"Alhamdulillah, sejauh ini kebutuhan bahan logistik seperti beras, mi instan, dan air mineral sudah didistribusikan ke sejumlah dapur umum dan titik pengungsian melalui bantuan logistik dinas sosial dan instansi lainnya," lanjutnya,
Meski demikian, para pengungsi juga masih membutuhkan sejumlah perlengkapan lainnya di posko pengungsian. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh untuk segera menindaklanjuti kebutuhan tersebut.
"Keperluan lain yang dibutuhkan pengungsi diantaranya berupa kain sarung dan selimut, peralatan salat, peralatan sekolah, handuk, perlengkapan bayi dan baju anak-anak, air bersih, obat-obatan, dan logistik sembako lainnya. Kami juga sudah laporkan kebutuhan alat berat ke dinas terkait untuk segera memperbaiki sementara tanggul sungai yang ambruk," paparnya.
Pihaknya bersama tim gabungan dari TNI/Polri, relawan SAR, PMI, RAPI dan elemen masyarakat lainnya masih terus melakukan upaya tanggap darurat di sejumlah titik pengungsian. Seperti membuka akses titik terparah banjir yang terjadi di sejumlah gampong menuju Kecamatan Cot Girek.
"Seperti di kawasan Gampong Blang, Gampong, Jok dan Cibrek, ketinggian air 80 cm. Bahkan di beberapa titik mencapai 1,5 m sehingga kawasan itu terisolir. Kami sudah melakukan evakuasi dan monitoring kondisi banjir sejak semalam. Hari ini kami lakukan tanggap darurat bersama sejumlah tim gabungan," sebutnya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh juga telah mengirimkan bantuan 6 ton berasa kepada masyarakat korban banjir di Aceh Utara. Selain beras, mereka juga menyalurkan bantuan berupa sandang dan pangan lainnya.
Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Aceh, M Syahril, menyebutkan, logistik berupa beras, minyak goreng, mi instan, air mineral, sarden, kecap, sarung, dan pakaian tersebut telah diserahkan ke masyarakat korban banjir sejak kemarin di beberapa desa di Aceh Utara.
"Sudah dikirim kemarin ke Aceh Utara untuk disalurkan ke masyarakat. Jadi soal bantuan tergantung permohonan dari BPBD Aceh Utara. Jika ada permohonan resmi, kami akan kirimkan karena di BPBA tidak ada stok khusus seperti dinas sosial. Untuk pengadaan logistik BPBA harus ada permohonan resmi dan pernyataan status darurat bencana dari bupati setempat," terangnya.
Semenetara itu, sebanyak 50 dus bantuan obat-obatan yang terdiri dari 13 jenis obat dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh, telah disalurkan ke lokasi Banjir di Lhoksukon, Aceh Utara.
Kepala Dinkes Aceh, Hanif, mengaku obat-obat yang dikirim diutamakan untuk mengobati penyakit yang ditimbul akibat banjir, seperti penyakit kulit dan infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
"Sudah dikirim bantuan obat-obatan sebanyak 5.545 dari 13 jenis. Dari seluruh obat yang dikirim paling banyak obat salep gatal. Karena
rata-rata korban banjir di Lhoksukon terserang gatal-gatal. Selain itu, juga ada kita kirim antibiotik," paparnya.
Selain kedua jenis obat itu, Dinkes Aceh juga telah mengirim 10 dus obat antibisa ular ke pihak Dinas Kesehatan Aceh Utara guna didistribusikan ke sejumlah pelayanan kesehatan yang membutuhkan terutama di lokasi yang terkena musibah banjir.
"Kenapa obat antibisa dikirimkan, karena kemarin ada tiga orang korban banjir di Lhoksukon digigit ular. Apalagi serum anti bisa persediaannya sudah habis," terangnya.
Ia menjelaskan, banjir yang melanda Aceh Utara sempat terendam fasilitas kesehatan. Namun, pihaknya memastikan pelayanan kesehatan masyarakat tetap dioptimalkan. Apalagi mereka terus memantau gejala-gelaja penyakit yang timbul pascabencana banjir, sehingga penyakit yang mulai menyerang korban banjir bisa dicegah.
"Akibat terendam banjir, pelayanan kesehatan dipindahkan ke daerah yang tidak terendam air, seperti ada yang buka pos pelayanan di area masjid. Jadi, pelayanan masyarakat tetap diutamankan, sampai hari ini kami terus berkoordinasi dengan Dinkes Aceh Utara," terangnya.
Sebelumnya, Pemerintah Aceh Utara telah menetapkan status tanggap darurat yang berlangsung selama 14 hari, sejak Selasa (5/12). Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib, menyebutkan, banjir kali ini termasuk yang terparah sejak 2014 lalu, sehingga upaya tanggap darurat bisa dilakukan maksimal guna mengurangi dampak banjir.
"Kami sudah tetapkan darurat banjir, apalagi dari laporan yang saya terima, banjir sudah meluas hingga di 23 kecamatan. Untuk tanggap darurat seperti, bahan makanan sudah disalurkan dan masih mencukupi untuk tiga hari kedepan. Kami juga sudah laporkan perkembangan penanganan banjir kepada gubernur dan dinsos Aceh," sebutnya.
Berdasarakan data BPBD, titik pengungsian yang bertambah masing-masing di Desa Asan 150 KK/470 jiwa, Desa Pulo Dolang 33 KK/130 jiwa, Geumata 75 KK/295 jiwa, Alue Buket 50 KK/205 jiwa, Matang Munye 45 KK/180 jiwa, Ulee Barat 65 KK/260 jiwa, Alue Drien 52 KK/288 jiwa, Alue Tingkeum 48 KK/164 jiwa, Bintang Hu 34 KK/136 jiwa, dan Ranto 130 KK/467 jiwa.
Dari 23 kecamatan yang masih direndam banjir korban dari 15 kecamatan masih mengungsi, termasuk korban dari Kecamatan Lhoksukon. Data sementara, pengungsi dari Matangkuli (4.848 dari 1.313 jiwa di 13 titik), Pirak Timu 10 titik sebanyak 8.802 jiwa dari 1.878 KK, Baktiya enam titik dengan jumlah 1.224 dari 308 KK, Syamtalira Aron lima titik sebanyak 1.450 jiwa dari 424 KK, Baktiya Barat empat titik sebanyak 133 KK/532 jiwa.
Sedangkan, tiga desa di Kecamatan Sultan Daulat, Aceh Singkil, yakni Suka Maju, Sigrun dan Jabi-Jabi juga dikepung banjir hingga menyebabkan ribuan warga mengungsi. Begitu juga tingginya curah hujan sejak dua pekan terakhir mengakibatkan Sungai Arakundo, Kecamatan Julok, Kabupaten Idi Rayeuk meluap. Sehingga merendam ratusan rumah warga, lahan pertanian, tambak dan perkebunan dengan ketinggian air 50 sampai 150 centimeter. (MR/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved