Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
KELANGKAAN garam di berbagai daerah bukan hanya disebabkan faktor produksi yang turun akibat cuaca, melainkan ada unsur kesengajaan di dalamnya. "Dugaan kita ada kesengajaan di dalam mengurangi pasokan garam ke pasar karena di garam ini pun rantai distribusinya panjang dan ada orang-orang yang menguasai rantai distribusi," ujar Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Syarkawi Rauf seusai acara temu publik dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (24/7).
KPPU menemukan salah satu penyebab kelangkaan garam saat ini ialah faktor produksi yang turun akibat cuaca. Akan tetapi, kalau hanya disebabkan faktor produksi yang turun, lanjut Syarkawi, kenaikan harga di pasaran bisa diperkirakan. Namun, yang terjadi sekarang ini harga garam naik lebih dari perkiraan.
Mulai menipis
Keberadaan garam di sejumlah daerah mulai langka. Seperti itu yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah. Cuaca yang tidak menentu membuat ketersediaan stok semakin menipis dan berimbas pada melambungnya harga jual. "Ini masih hujan terus, bagaimana mau bagus produksi?" ungkap Burhanuddin, petani di Talise. Pengecer garam Mutmainah mengaku tak lagi menjual per karung karena stok menipis. "Hampir semua pengecer di sini hanya jual per liter. Tidak ada lagi yang jual per karung karena stok menipis," tukasnya.
Menurutnya, stok yang dimiliki pengecer saat ini umumnya tinggal 15-20 karung. Itu pun terbagi garam untuk konsumsi dan pakan ternak. Selain itu, kualitas yang ada saat ini tidak begitu bagus karena hasil produksi kurang baik. "Meski kualitasnya kurang baik, harganya masih mahal. Sekarang sudah Rp15 ribu hingga Rp17 ribu per liter dari harga sebelumnya Rp5.000 per liter," imbuh Mutmainah. Begitu juga dengan situasi di Cianjur, Jawa Barat. Masyarakat mengeluh karena persediaan garam sejak 20 hari terakhir mulai menipis.
Bahkan beberapa garam merek ternama sudah tidak ada di pasaran. "Kalaupun ada barangnya, kualitasnya jelek," terang Ujang Nurdin, 39, pedagang di Pasar Muka. Ia mengungkapkan harga garam dengan kualitas bagus yang biasa dijual Rp700 hingga Rp1.000 per pak, naik menjadi Rp1.500-Rp2.000 per pak. "Itu pun barangnya sudah sulit didapatkan," tambahnya. Namun, di Sumatra Selatan, kendati pasokan mulai berkurang sejak 15 hari terakhir, seperti yang diungkapkan Dinas Perdagangan Provinsi Sumsel Agus Yudiantoro, stok masih aman.
Itu terjadi ketika dilakukan pengecekan ke lapangan, ternyata beberapa distributor masih menyimpan stok. Kondisi itu membuat Sumsel belum mengalami krisis dan terbilang masih aman.
Kondisi ikan asin
Akhirnya, kelangkaan dan stok yang menipis serta harga yang tinggi membuat para nelayan pembuat ikan asin terpukul. Yuliah, nelayan di Cilacap, Jawa Tengah, mengungkapkan kenaikan harga garam sangat tinggi. "Biasanya, harga garam untuk nelayan hanya berkisar Rp1.500 per kg, kini melonjak menjadi Rp5.000-Rp6.000 per kg," ungkapnya. Kondisi itu berdampak pada harga jual ikan asin. Dasirin mengaku bingung menentukan harganya karena berpengaruh pada penjualan. "Untuk ikan layur asin jenis layang yang sebelumnya Rp25 ribu, (harga) jadi Rp30 ribu. Transaksi penjualan pun jadi sepi," keluhnya.
Begitu juga yang terjadi di Brebes. Seorang pedagang ikan asin di Pasar Induk Brebes Mohammad Sikun mengungkapkan penaikan harga ikan asin rata-rata Rp1.000 setiap kilogramnya. Kondisi itu mau tak mau membuat pemerintah dituntut segera mengambil langkah untuk mengatasi krisis garam saat ini. Pasalnya banyak industri yang menghentikan operasional mereka, seperti diungkapkan Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Cucu Sutara. Ia mengakui, saat ini pemerintah akan mengimpor garam untuk kebutuhan industri. (TB/VR/DW/BB/LD/BY/JI/CS/OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved