Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Menanti Langkah Bijak Pemerintah

Adhi MD
22/3/2017 08:55
Menanti Langkah Bijak Pemerintah
(ANTARA/Agus Bebeng)

MURAH, praktis, efektif, dan efisien menjadi alasan masyarakat perkotaan lebih memilih menggunakan layanan jasa trasportasi berbasis daring (online) ketimbang konvensional. Karena itu, masyarakat meminta pemerintah membuat kebijakan yang prorakyat dengan tidak memberatkan pengelola transportasi daring.

Anan Suryana, 26, karya­wan swasta yang berkantor di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, mengaku lebih senang menggunakan taksi/ojek da­ring ketimbang konvensional. Anan mengaku sudah nyaman menjadi pelanggan tetap transportasi daring sejak 2015 karena mereka mudah diakses dan tarif yang masuk akal.

“Kalau diajak naik angkutan kota, dikasih gratis pun saya enggak mau naik. Kriminalnya tinggi dan suka ugal-ugalan. Mending naik ojek atau taksi online, murah dan keselamatan terjamin,” ujar Anan, kemarin.

Jika pendapatan para pengemudi angkutan umum konvensional saat ini menurun gara-gara besarnya animo masyarakat menggunakan transportasi daring, kata Anan, hal itu tak lepas dari kesalahan para pengelola angkutan umum itu sendiri dalam melayani penumpang selama ini.

Ia menyarankan para pengemudi angkutan konvensional itu untuk introspeksi ketimbang menggelar demonstrasi dan mengintimidasi pengemudi transportasi daring.

“Demonstrasi mereka itu malah enggak mengundang simpati masyarakat. Harusnya mereka introspeksi ketimbang demo. Bisa enggak angkutan konvensional mengikuti jejak yang daring? Sering ada promo sehingga pelanggan dapat potongan harga, pengemudi yang sopan, tidak ugal-ugalan, dan mudah diakses. Kalau bisa, ya masyarakat pasti akan beralih ke angkutan konvensional,” tuturnya.

Anan juga meminta para pengemudi angkutan konvensional menghentikan aksi mereka mencegat angkutan daring karena merugikan masyarakat.

Selain itu, bukannya meraih simpati, demonstrasi seperti itu malah akan jadi bumerang bagi para sopir angkutan konvensional itu sendiri.

“Makin enggak simpati saya dengan demonstrasi kayak preman begitu. Kalau aksi damai, pasti mengundang simpati masyarakat dan mudah berdialog,” ujarnya.

Regulasi prorakyat
Masyarakat juga tidak mempersoalkan kehadiran Peraturan Menteri Perhubungan No 32/2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek, yang mulai membatasi gerak angkutan daring. Ada dua poin klausul yang menjadi perhatian khusus transportasi daring dalam regulasi tersebut, yakni pembatasan kuota jumlah kendaraan taksi daring dan penetapan tarif batas atas dan batas bawah.

Pengguna taksi daring, Siti Sudawi, 41, mengatakan meski pemerintah mengurangi jumlah kendaraan taksi daring, dirinya tetap akan menggunakan taksi daring. Begitu pun dengan penyesuaian tarif batas atas dan tarif batas bawah, karyawan swasta di Jakarta Barat itu pun tak akan mempermasalahkan, yang penting dirinya cepat sampai ke tempat pekerjaannya.

“Tidak masalah, yang penting cepat saja dan praktis. Daripada harus cegat taksi di pinggir jalan dan bikin macet juga,” kata Siti.

Namun, Anan justru kurang setuju dengan rencana pemerintah membatasi tarif. Menurutnya, pemerintah seharusnya punya gebrakan lain serta tidak ikut dalam regulasi harga.

“Pemerintah jangan se­enaknya menentukan harga dong, biar pasar yang menentukan. Tujuannya supaya muncul persaingan yang menguntungkan pelanggan,” pintanya.

Pemerintah, sambung Anan, juga harus membuat gebrakan yang bisa menonjolkan sisi positif dari transportasi konvensional sampai bisa kembali menarik perhatian konsumen untuk menggunakan mereka. “Kalau di daring menonjolkan harga yang mi­ring dan praktis, konvensional bisa mengikutinya juga,” kata Anan. (J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya