Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta siap membahas 32 rancangan peraturan daerah (raperda) tahun ini. Banyaknya raperda yang dibahas tahun ini disebabkan banyaknya raperda yang pembahasannya tidak tuntas tahun lalu.
Anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI Jakarta Achmad Nawawi menjelaskan perda yang sudah disahkan tahun lalu di antaranya menyangkut kepariwisataan, kelestarian budaya betawi, keolahragaan, kepemudaan, perpasaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2017, serta pertanggungjawaban. Sisa produk hukum daerah yang belum rampung kembali dimasukkan ke program 2017.
“(Raperda yang disahkan) ada 10. Saya agak lupa catatannya. Akan tetapi, ada juga yang tinggal diparipurnakan, seperti Raperda Kawasan Bebas Rokok,” jelas Nawawi saat dihubungi, Rabu (4/1).
Tahun ini, pihaknya juga fokus pada pembahasan Raperda Sistem Pendidikan yang pengesahannya turut tertunda pada 2016. Diproyeksikan, 32 rancangan payung hukum masuk prolegda.
Sebanyak 25 raperda datang dari usulan eksekutif, sedangkan sisanya inisiatif legislatif. Beberapa raperda yang akan dibahas di antaranya Raperda tentang Perpasaran, Raperda tentang Perusahaan Umum Daerah Pasar Jaya, Raperda tentang Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Pasar Jaya, Raperda tentang Pengelolaan Perusahaan Umum Daerah Air Jakarta dan Perubahan atas Perda Nomor 18 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
“(Raperda Sistem Pendidikan) kebetulan saya pansus (panitia khusus)nya. Kita terus kejar pengesahannya. Sektor pendidikan tetap menjadi salah satu program prioritas,” ucapnya.
Diakui Nawawi, melesetnya program legislasi dilatarbelakangi perbedaan pandangan serta ketidakharmonisan antara eksekutif dan legislatif. Disayangkan, kondisi itu terus berjalan tiap tahunnya.
“Namanya suami-istri (perumpamaan eksekutif dan legislatif) belum akur, ya, susah. Itu salah satu alasan masih banyak raperda yang mandek. Jadinya kepentingan masyarakat jadi korbannya,” ujarnya.
Raperda Bogor
Masalah raperda yang tertunda juga terjadi di Kotamadya dan Kabubaten Bogor. Di Kota Bogor, misalnya, dari 19 yang masuk program legalisasi daerah (Prolegda) 2016, hanya beberapa saja bisa diselesaikan dan disahkan DPRD Kota Bogor.
Pada awal masa sidang 2016, DPRD Kabupaten Bogor memasukkan 31 Ralerda ke Prolegda 2016. Namun, sampai penghujung tahun kemarin, DPRD Kabupaten Bogor hanya menyelesaikan sepuluh perda saja.
Berbagai alasan muncul. Dari pihak DPRD Kota Bogor, tidak tuntasnya pembahasan Raperda dan tak kunjung disahkan menjadi Perda kendalanya datang dari pihak pengajunya sendiri yakni Pemkot.
Seperti diungkapkan Jajat Sudrajat, Wakil Ketua DPRD Kota Bogor, ada beberapa naskah pengajuan masuk di akhir Desember 2016. Dia mencontoh Raperda tentang Perubahan Atas Perda Kota Bogor Nomor 3 Tahun tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutn Jalan dan Raperda tentang perusahaan perseroan daerah jasa transportasi.
“Dua ini di kita, pembahasan belum beres. Ini baru dibahas, baru datang dari mereka (Pemkot), akhir Desember 2016. Seminggu sebelum masa sidang baru masuk,” kata Jajat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. Pihaknya ingin menyelesaikan dalam waktu yang cepat. (DD/B-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved