Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Jessica Mengaku Dihipnotis Polisi, Ini Tanggapan Kapolda

Arga Sumantri
30/9/2016 20:02
Jessica Mengaku Dihipnotis Polisi, Ini Tanggapan Kapolda
(MI/Susanto)

TERDAKWA tunggal kematian Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, mengaku pernah dihipnotis polisi di sebuah ruangan di Polda Metro Jaya dalam sidang ke-26 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (28/9).
Menurut Jessica, peristiwa itu terjadi ketika dirinya belum ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Metro Jaya.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochammad Iriawan enggan langsung menyimpulkan pernyataan Jessica yang diungkapkan dalam persidangan itu. Menurut Iriawan, hal itu bisa jadi hanya sebagai bentuk pembelaan Jessica.

"Itu kan menurut Jessica. Begini ya, itu kan haknya terdakwa untuk membela dirinya karena setiap terdakwa atau pelaku kan pasti begitu," kata Iriawan di Rusun Rawa Bebek, Cakung, Jakarta Timur, Jumat (30/9).

Iriawan enggan banyak mengomentari pengakuan Jessica. Sebab, kasus itu kini sudah masuk ranah persidangan. "Nanti fakta di persidangan pasti terungkap," kata Kapolda.

Mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu menyerahkan pada publik untuk menilai kesaksian Jessica. Yang jelas, kata Iriawan, penyidik tidak begitu saja menetapkan Jessica jadi tersangka juga menahannya.

"Untuk apa kita memenjarakan satu orang yang belum terbukti bersalah, dan nggak ada untungnya buat polisi juga," ungkap Iriawan.

Jessica mengaku pernah dihipnoterapi (hipnotis) oleh polisi saat masa penyelidikan. Dia menceritakan pengalaman itu di depan persidangan, Rabu lalu.

Otto Hasibuan selaku penasihat hukum Jessica menyesali adanya tindakan hipnoterapi dalam proses penyelidikan terhadap kliennya di Polda Metro Jaya. Otto mengaku sulit membenarkan hal itu. Apalagi, tindakan hipnoterapi tidak dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Dalam Peraturan Kapolri (Perkap), lanjut Otto, setiap tindakan dalam penyelidikan, terutama yang bersentuhan dengan tersangka, harus dituangkan dalam BAP. Hal itu demi menghindari penyalahgunaan wewenang aparat.

Otto juga meragukan tindakan hipnotis sebagai keilmuwan yang bisa dipertanggungjawabkan. Ia menilai, penerapan ilmu hipnoterapi tidak diperbolehkan kepada seseorang dalam sistem projustisia. (MTVN/OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya