Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Tanpa Autopsi Menyeluruh, Ahli Menilai Kematian Mirna tidak Jelas

Putri Anisa Yuliani
07/9/2016 20:14
Tanpa Autopsi Menyeluruh, Ahli Menilai Kematian Mirna tidak Jelas
(ANTARA)

SAKSI ahli patologi sekaligus toksikologi forensik, Djaja Surya Atmadja, yang dihadirkan dalam sidang kasus kematian Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa tunggal Jesica Kumala Wongso mengatakan bahwa kematian Mirna belum bisa dinyatakan jelas akibat racun sianida.

Sebab, dokter forensik yang memeriksa jenazah Mirna tidak melakukan autopsi kesuruhan melainkan hanya mengambil sampel organ lambung dan liver.

Djaja menyatakan, autopsi keseluruhan harus dilakukan pada tiga bagian yakni otak, organ sistem pernapasan, dan jantung serta pencernaan dan hati.

Agenda sidang lanjutan kasus kematian Mirna di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9), ini dijadwalkan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dapat meringankan Jessica.

"Autopsi menyeluruh ini untuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan bahwa Mirna meninggal selain karena racun jika dugaan awal adalah racun," kata Djaja di ruang sidang.

Tanpa autopsi menyeluruh, kata dia, semua pihak bisa menduga-duga bahwa kematian Mirna bisa disebabkan banyak hal. Terlebih lagi, dalam hasil pemeriksaan laboratorium forensik, ditemukan hasil negatif sianida terhadap sampel lambung dan liver. Padahal, kandungan sianida dalam es kopi vietnam Mirna sangat tinggi, yakni mencapai 2.500 miligram.

"Jika memang terbunuh akibat racun sekuat sianida, maka pasti ada sisanya di lambung dan liver. Karena 150 miligram saja yang merupakan takaran minimal untuk bisa membunuh manusia pasti meninggalkan sisa. Kalau begini, saya bisa menduga-duga, jangan-jangan kena serangan jantung. Karena jantungnya sendiri nggak diperiksa," tuturnya.

Tak hanya itu, sebagai peneliti racun sianida selama tiga tahun, Djaja yang juga menjadi dokter pemberi formalin pada jasad Mirna untuk disemayamkan di rumah duka menemukan ketidaksesuaian tanda-tanda jenazah yang terkena racun sianida pada jenazah Mirna.

"Jenazah Mirna tidak kemerahan sebagai dampak dari kelebihan oksigen yang tidak tersalurkan akibat diikat oleh sianida di jaringan pembuluh darah. Sebaliknya, bibirnya dan kukunya membiru. Bau almond pun tak ditemukan saat saya menekan ulu hatinya," terangnya.

Sementara itu, jaksa penuntut umum (JPU) Ardi Mardianto menegaskan bahwa kesaksian Djaja tidak dapat dipertanggungjawabkan karena yang bersangkutan dianggap tidak memiliki keahlian khusus toksikologi forensik melainkan hanya menguasai patologi.

Sebab, Djaja dianggap tidak bisa menunjukkan kemampuan dasar toksikologi forensik serta tidak menguasai pula bidang keilmuan kimia analisis yang disyaratkan harus dipelajari mendalam oleh seorang toksikolog forensik.

"Ahli tidak bisa menjawab pertanyaan saya berkenaan apa indikator kompetensi ilmu toksikologi forensik. Ia juga tidak menguasai kimia analisis yang seharusnya dikuasai seorang ahli di bidang toksikologi forensik," ujarnya.

Sementara itu, dua saksi lainnya yakni Hartanto dan Syaiful, pengunjung Kafe Oilivier, yang menyaksikan kejadian Mirna tewas 'tidak wajar' ternyata tidak mampu memberikan kesaksian meringankan bagi Jessica.

Kedua saksi tidak bisa mengingat jelas apa yang Jessica lakukan pada 6 Januari 2016 pukul 16.20 WIB hingga pukul 16.30 WIB yang ditetapkan sebagai waktu diduga terdakwa menaruh racun di kopi Mirna.

Hartanto yang menjadi saksi terlebih dulu awalnya menyebut melihat Jessica menelepon dan menggunakan telepon genggamnya terus pada waktu tersebut. Namun, ketika rekaman CCTV diputarkan, pada waktu tersebut Jessica tidak sedang menggunakan telepon genggamnya.

Hartanto pun meralat keterangannya dengan pernyataan tidak yakin dan lupa. "Saya tidak yakin ia menggunakan HP pada waktu tersebut. Sepertinya di waktu lain," ujarnya.

Saksi Syaiful justru memberi pernyataan yang memberatkan. Ia meyakini bahwa penyajian kopi Vietnam pada umumnya harus dilakukan di depan pemesan yang sudah datang, bukan ketika pemesan belum datang.

Ia juga mengatakan bahwa penutupan pemesanan yang dilakukan Jessica janggal. Pada saat kejadian, Syaiful memesan segelas kopi Vietnam.

"Ya saya suka pesan kopi Vietnam kalau di restoran ada menu tersebut dan memang harus disajikan di depan yang memesan. Saya juga close bill saat mau pulang, bukan langsung setelah memesan," ujarnya. (OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya