Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
SAKSI ahli yang didatangkan pengacara Jessica Kumala Wongso, Djaja Surya Atmaja, menyayangkan tidak adanya proses autopsi menyeluruh pada jasad Wayan Mirna Salihin. Padahal, itu dinilai bisa mengungkap tabir kematian Mirna.
Mengacu pada keterangan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanyakan bagaimana jika pelaksanaan autopsi tidak bisa dilakukan lantaran ada halangan. Salah satunya, jika ada penolakan dari keluarga.
Djaja pun menjelaskan, secara prosedur, autopsi wajib dilakukan. Terlebih, untuk mengetahui seorang yang meninggal tidak wajar.
"Berdasarkan KUHAP, penyidik diberi waktu 2x24 jam untuk menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya autopsi," kata Djaja dalam lanjutan sidang kasus kematian Mirna di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9).
Jika keluarga masih menolak, penyidik mesti bisa menerangkan. Namun, jika keluarga tetap bersikukuh, penyidik pun berwenang buat memutuskan atas berbagai pertimbangan
Menurut Djaja, penyidik sah-sah saja kalaupun tetap memutuskan untuk melakukan autopsi kendati keluarga menolak.
"Kewenangan ada di penyidik. Mereka bisa memerintahkan dokter forensik untuk tetap autopsi, dengan catatan, bahwa pihak keluarga tidak setuju," tambah Djaja.
Djaja kembali menegaskan, kalau mendeteksi orang keracunan tidak bisa hanya dilakukan pemeriksaan dengan metode pengambilan sampel beberapa organ tubuh. Sebab, masih ada kemungkinan lain yang bisa menyebabkan seseorang meninggal dunia. Autopsi menjadi tambah penting ketika berkaitan dengan proses hukum.
"Kalau keracunan sianida, di semua organ tubuh harusnya ada sianida dalam jumlah besar. Makanya kenapa saya bilang, korban ini tidak mati karena keracunan sianida," kata Djaja. (MTVN/OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved