Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SAKSI ahli kasus kematian Wayan Mirna Salihin kembali menguatkan dugaan racun sianida dituang setelah kopi disajikan oleh pelayan Kafe Olivier. Kesimpulan itu mengacu hasil uji pada beberapa gelas kopi yang dicampur sianida.
Saat dihadirkan pada sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (25/8), saksi ahli Toksikologi Forensik, I Made Agus Gelgel Warasuta, mengutarakan, pengujian dilakukan terhadap lima gelas kopi dicampur sianida dan satu gelas kopi Vietnam murni sebagai pembanding.
Lima gelas kopi yang dicampur sianida diterapkan tahapan berbeda. Pada pengujian gelas pertama, sianida ditambah es dan susu, kemudian dicampur kopi serta air panas lalu diaduk menghasilkan bau menyengat. Pada gelas kedua, es diberi sianida dan susu kemudian dicampur kopi lalu air panas dan diaduk hasilnya menyengat.
Gelas ketiga es ditambah susu dan sianida, kemudian dicampur kopi serta air panas hasilnya juga menyengat. Gelas keempat, es ditambah susu kemudian dicampur kopi, sianida lalu dituang air panas menghasilkan bau sangat menyengat hingga mengisi ruangan. Lalu di gelas keenam mencampurkan es ditambah susu juga kopi dan air panas, serta sianida saat suhu menurun menghasikan bau sedikit menyengat.
"Gelas kelima hanya kopi pembanding. Sangat mungkin sianida masuk setelah kopi disajikan seperti pengujian gelas keenam. Pada pengujian gelas pertama sampai keempat, baunya menyengat," jelas Gelgel di persidangan.
Pada persidangan sebelumnya, mulai kopi yang dipesan Jessica sampai kedatangan Mirna dan Hani, kamera pengawas atau CCTV Kafe Olivier tidak menunjukan adanya orang lain ke meja 54 selain Jessica.
Rangga Dwi Saputra, barista Kafe Olivier, di hadapan majelis hakim juga sempat memaparkan tahapan membuat kopi Vietnam, yakni dimulai dengan memasukan es batu ke dalam gelas, lalu susu, diikuti kopi lalu dituang air panas.
Meski demikian, Gegel enggan menyimpulkan siapa pihak yang menaruh racun kedalam kopi Mirna. Namun ditegaskan, ia berkeyakinan setelah kopi tersaji baru sianida dituangkan lalu diaduk.
"Siapa yang memasukannya (sianida) saya tidak tahu. Pastinya setelah kopi jadi," terangnya.
Sifat kerja racun sianida, tambahnya, menyumbat pasokan oksigen di dalam tubuh bagi yang mengonsumsinya. Sianida diserap sel-sel dan membentuk gas hingga sel-sel tadi tidak dapat menerima oksigen.
"Mirna meninggal karena terlalu banyak racun ditubuhnya. Saya bisa pastikan itu," yakinnya.
Saat saksi ahli pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) Profesor Edward Omar Syarif Hiariej memberi keterangan, kuasa hukum terdakwa, Otto Hasibuan, langsung mempertanyakan terkait barang bukti yang dibawa dalam persidangan.
"Kalau hukum acaranya dilanggar, apakah dibenarkan menegakan hukum materiil?" tanya Otto.
Edward menjelaskan, karakteristik hukum formil yakni resmi, harus teliti, dan jelas, serta tidak dapat diinterpretasikan dari apa yang tertulis. Singkatnya, barang bukti bisa diabaikan jika tidak sesuai hukum acara.
"Kalau bicara konteks teori, yang harus dijunjung tinggi due process of law (asas legalitas). Masalahnya, KUHAP kita disusun tahun 1970 dan disahkan lewat Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, dia tidak mengikuti model itu. Kaidahnya crime control model. Masalah HAM itu diabaikan," jelasnya.
Sejak sidang sebelumnya, Otto terus memperdebatkan tidak dilakukannya otopsi secara menyeluruh terhadap jasad Mirna. Disatu sisi, sejumlah saksi ahli membuat kesimpulan adanya racun dan besar takarannya yang masuk ke tubuh korban. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved