Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

HYPN IndoSterling bukan Produk Perbankan

Mediaindonesia.com
09/12/2021 11:25
HYPN IndoSterling bukan Produk Perbankan
Hasbullah.(DOK Pribadi.)

PENERBITAN high yield promissory notes (HYPN) oleh PT IndoSterling Optima Investa (IOI) tidak dapat dinilai sebagai produk perbankan. Pada saat HYPN diterbitkan pada 2018-2019 oleh PT IOI, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia tidak memiliki aturan.

Demikian benang merah dari pembacaan nota pembelaan (pleidoi) yang disampaikan oleh Sean William Henley (SWH) pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/12). Dalam sidang pembacaan pleidoi ini, Hasbullah yang menjadi kuasa hukum SWH meminta majelis hakim yang dipimpin oleh R Bernadette Samosir untuk membebaskan semua dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa ialah perbuatan korporasi dalam melakukan hubungan keperdataan dalam bentuk utang piutang, yaitu surat sanggup atau surat utang (promisorry noted). JPU juga tidak bisa membuktikan perbuatan terdakwa sebagaima dalam dakwaannya," kata Hasbullah dalam pembacaan nota pembelaan terhadap terdakwa Sean William Henley di persidangan.

William Henley berpendapat bahwa dakwaan dan penuntutan yang telah dilakukan oleh JPU belum memahami secara baik terkait aspek teknis maupun karakter penerbitan high yield promissory notes (HYPN). Perihal promissory notes, kata dia, hal tersebut merupakan surat utang langsung dari debitur atau borrower kepada kreditur atau investor. Instrumen HYPN, kata dia, bersifat jangka pendek dan unsecured alias tidak menggunakan agunan.

"Promissory notes merupakan private notes dan bukan publik atau market securities, sehingga keuntungannya langsung ke pemilik dana tanpa melalui financial intermediary. Oleh karena itu promissory notes bukan merupakan produk perbankan, mengingat perbankan merupakan lembaga yang produknya harus simpanan dalam bentuk tabungan atau giro," jelasnya.

William Henley juga menampik telah melakukan penipuan terhadap penerbitan HYPN. Dalam kasus HYPN Indosterling, kata dia, saksi dari pihak Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bukan produk perbankan. Artinya, ada penghimpunan dana masyarakat sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum menjadi tidak relevan. "Jadi tuduhan kami menjalankan investasi tanpa ijin jelas salah," paparnya.

William Henley mengatakan penerbitan HYPN oleh PT IOI dilakukan pada 2018—2019. Instrumen ini menawarkan bunga tetap 9%-12% per tahun. Pada mulanya pembayaran kupon berlangsung lancar hingga pandemi covid-19 membuat perekonomian macet sehingga IOI tidak dapat memenuhi kewajiban kepada para nasabah terhitung mulai 1 April 2020. Pandemi covid-19 yang berlarut membuat penundaan pembayaran yang berkelanjutan kepada pemegang HYPN mengakibatkan munculnya permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dari beberapa pemegang HYPN.

Proses persidangan PKPU memutuskan untuk menerima skema perdamaian yang ditawarkan PT IOI dalam Perjanjian Homologasi yang disetujui mayoritas kreditur sebanyak 878 orang telah dituangkan dalam Putusan PKPU - Perdamaian (Homologasi) pada Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat No.174/PDT-SUS/PKPU/2020/PN.NIAGA.JKT.PST pada 2 September 2020. Adapun skema yang disetujui dalam proses PKPU yakni dana para kreditur akan dibagikan dalam tujuh tahap yang dimulai dari 1 Maret 2021 hingga Desember 2027. Hal itu ditetapkan majelis hakim dengan mempertimbangkan jumlah investasi, umur kreditur, dan kondisi kesehatan kreditur.

Hasbullah mengatakan berdasarkan alat bukti dan barang bukti di persidangan perbuatan William Henley ini bukanlah perbuatan pidana. Ia juga menegaskan yang dilakukan oleh William Henley tidak terbukti satupun secara sah dan meyakinkan telah melanggar unsur dari Pasal 46 Jo Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang 7/1992 mengenai perbankan. "Jadi kesimpulan penuntut umum yang menyatakan bahwa terdakwa memenuhi Pasal 46 jo Pasal 16 UU Perbankan itu merupakan kesimpulan yang sesat," kata Hasbullah. (RO/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya