Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KETUA Forum Cinta Damai Aceh Singkil (Forcidas) Boas Tumangger menklarifikasi pemberitaan terkait dengan pemaksaan untuk mengikuti pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah wilayah Kabupaten Aceh Singkil.
Ia setuju bentuk pamaksaan tidak pernah ada, hanya murid nonmuslim harus ikut serta dalam kelas.
Selain untuk memenuhi nilai kenaikan kelas dan kelulusan, sejumlah sekolah pun mewajibkan mereka mengikuti pelajaran agama Islam di dalam kelas.
"Dari pemberitaan di sejumlah media, beberapa hal memang benar, tetapi ada sebagian kecil yang kurang etis atau kurang benar terkait dengan diskriminasi pemaksaan. Unsur pemaksaan tidak ada, tetapi unsur terpaksa ada. Unsur pemaksaan terkait dengan kewajiban berjilbab, itu tidak ada. Namun, siswa diwajibkan mempelajari pendidikan agama Islam, ada benarnya lantaran di setiap sekolah meski ada siswa nonmuslim, memang tidak tersedia guru agama Kristen," tuturnya.
Padahal, salah satu persyaratan kenaikan atau kelulusan kelas harus lulus bidang studi agama sehingga peserta didik mau tidak mau harus lulus pendidikan agama meskipun bukan yang dianutnya.
Survei statistik 2015 mencatat penduduk beragama Kristen di Aceh Singkil sekitar 25% atau 17.822 jiwa.
Setahu Boas, sejak 1970-an, belum pernah ada guru yang memiliki latar pendidikan agama Kristen diminta memberi pelajaran agama Kristen.
Semuanya mengajar pelajaran umum.
Karena yang menentukan nilai agama ialah guru agama Islam, sekitar 70% murid beragama Kristen memperoleh nilai 60 untuk pelajaran agama Islam yang mereka ikuti.
Ia mempertanyakan apa dasar pemberian nilai tersebut.
Ia menilai lebih masuk akal jika nilai diberikan dari pengurus agama masing-masing bagi siswa beragama Hindu, Buddha, Kristen, dan Katolik.
"Saya yakin kapasitas peserta didik yang nonmuslim bisa bersaing. Nilai agama tidak seimbang merugikan peserta didik yang beragama Kristen," lanjutnya.
Wakil Bupati Aceh Singkil Dulmusrid menampik diskriminasi dan perbedaan untuk murid-murid beragama nonmuslim.
Ketiadaan kelas agama di luar Islam disebabkan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) menganut kanun sebagai hasil otonomi daerah dengan Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Aceh.
"Kami tidak pernah membedakan mayoritas dan minoritas. Namun, karena ini Aceh, memang pendidikan agama Kristen tidak ada; baik untuk SD, SMP, maupun SMA. Siswa beragama Kristen dibebaskan, siswa mau belajar atau tidak, tetapi memang harus berada di dalam kelas. Tidak ada diskriminasi di Aceh Singkil," tukasnya.
Dulmusrid merujuk Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bab V Pasal 12 menyebutkan, 'Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama'.
Dalam UU Pemerintahan, posisi struktural pemerintahan NAD merupakan perwakilan pemerintah pusat.
Begitu juga Kabupaten Aceh Singkil merupakan perwakilan pemerintah provinsi.
Kanun terbentuk dari pecahan UU nasional.
Jika mengacu ketentuan, harus mengacu ke UU, tetapi di NAD ada ketentuan yang ditetapkan pemerintah sesuai dengan otonomi khusus sejauh tidak melenceng dari UU.
Karena itu, kelas pendidikan Kristen ditiadakan. (Ard/T-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved