Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KEBERADAAN angkutan berbasis aplikasi daring masih menjadi polemik. Perdebatan dari berbagai kalangan pun tidak bisa dihindari. Puncaknya, para pengemudi angkutan darat konvensional turun ke jalan meminta pemerintah menutup angkutan berbasis aplikasi daring tersebut, sebab dinilai mematikan usaha transportasi konvensional.
Pengamat Transportasi Dharmaningtyas melihat keberadaan angkutan berbasis aplikasi daring sama saja dengan omprengan. Keduanya sama-sama ilegal. Yang membedakan hanya proses penarikan penumpang.
"Harus kita akui kalau kita pakai padanan, Uber dan Grab padanannya adalah omprengan. Ojek online padanannya ojek pangkalan. Bedanya proses pencarian penumpang. Tapi status hukumnya sama, sama-sama tidak masuk moda transportasi umum," katanya di Universitas Moestopo, Kamis (24/3).
Menurut Dharma, keberadaan angkutan berbasis aplikasi daring tidak perlu dilarang. Alasannya, kata dia, selama pemerintah belum memiliki moda transportasi yang memadai, keberadaan ojek atau taksi online masih dibutuhkan untuk menunjang mobilitas masyarakat.
"Jadi, PR pemerintah bukan melarang tapi sediakan angkutan umumnya. Kalau sudah bagus, dengam sendirinya orang akan meninggalkan ojek (online). Selama belum memenuhi aspek itu ya sulit," pungkasnya. (MTVN/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved