Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Ini Rekayasa Sosial saat Gusur Kramat Tunggak

Arga Sumantri/MTVN
15/2/2016 19:44
Ini Rekayasa Sosial saat Gusur Kramat Tunggak
(ANTARA FOTO/Suryanto)

PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta pernah berhasil menutup kawasan prostitusi Kramat Tunggak di Koja, Jakarta Utara, pada 1999. Penutupan dilakukan dengan terlebih dahulu diadakan rekayasa sosial.

Ricardo Hutahean, salah satu anggota tim kajian pembongkaran Kramat Tunggak membeberkan, setidaknya ada tiga pihak yang harus lebih dulu dilakukan rekayasa sosial. Tiga pihak itu yakni muncikari, pekerja seks komersial (PSK), dan warga yang mengantungkan hidup di tempat prostitusi.

Saat itu, kata Ricardo, beberapa rekayasa sosial yang dilakukan pemerintah DKI yakni dengan memberikan sejumlah uang ganti rugi buat muncikari.

"Muncikari dapat sejumlah uang ganti rugi istilahnya. Lupa saya besarannya berapa. Itu ditanggung Dinas Sosial DKI," ungkap Ricardo, Senin (15/2).

Sementara, bagi wanita pekerja seks komersial, pemerintah DKI juga menyediakan pendampingan. Ricardo menjelaskan pendampingan yang diberikan pada PSK berupa pembekalan keterampilan.

"Itu (pembekalan keterampilan) difasilitasi. Juga dilakukan jauh hari sebelum eksekusi penggusuran dan rutin disosialisasikan," ungkap pria yang nuga menjabat sebagai ketua RW 09, Tugu Utara itu.

Warga yang menggantungkan hidup di lokasi prostitusi, kata Ricardo juga diperhatikan pemerintah DKI era Gubernur Sutiyoso atau Bang Yos kala itu. Bang Yos mengajak warga yang saban hari mencari rezeki di lokalisasi Kramat Tunggak berdiskusi.

"Yang mau usaha dimodalin. Yang mau bekerja dibukakan lapangan pekerjaan. Entah itu jadi satpam, petugas kebersihan, bahkan ada juga yang disalurkan ke tempat-tempat kerja. Intinya dicarikan pekerjaan," terang pria berusia 40 tahun itu.

Cara itu, kata Ricardo nyatanya ampuh buat meredam perlawanan warga Kramat Tunggak. Kawasan prostitusi seluas 10 hektar lebih itu pun berhasil ditutup pada akhir 1999.

Rencana Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal penggusuran kawasan prostitusi Kalijodo, dianggap perlu meniru cara penggusuran Kramat Tunggak. Ahok disarankan meminimalisir gesekan dan leboh mengedepankan dialog dengan warga.

Terlebih, wacana penggusuran kawasan prostitusi tersebut membikin warga bertanya. Daeng Aziz, tokoh masyarakat Kalijodo, menyuarakan kegelisahan teman sekampungnya. Kemana mereka setelah digusur?

"Warga Kalijodo sudah senyawa hidup di sana," kata Aziz saat menyampaikan keluh kesahnya kepada Komisioner Komnas HAM, Hafid Abbas, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin (15/2). (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya