Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Penangguk Untung di Tanah Abang

Rif/J-3
21/5/2019 09:25
Penangguk Untung di Tanah Abang
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta, kemarin. Parkir kendaraan tidak pada tempatnya dan aktivitas perdagangan(MI/BARY FATHAHILAH)

SETIAWAN, 35, terhenyak, saat pria bertato di depannya meminta bayaran Rp10 ribu. Tawaran Rp5.000 yang diajukan Setiawan tidak membuat preman di Tanah Abang itu bergeming.

"Saya parkir sepeda motor tidak sampai satu jam. Biasanya saya diminta Rp5.000, tapi hari ini harus bayar Rp10 ribu," keluhnya, kemarin.

Setiawan ialah salah satu dari ribuan warga yang berkunjung ke pasar grosir busana terbesar di Asia Tenggara, Tanah Abang. Hari itu, kebanyakan parkir resmi di dalam gedung sudah sarat kendaraan.

Banyak warga kemudian terpaksa memilih parkir di sejumlah titik parkir liar, di antaranya di sekitar Blok F dan sebelah kanan Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang.

"Kami terpaksa menitipkan sepeda motor di tempat parkir liar terdekat. Sulit mencari tempat parkir lain, karena kemacetan di sekeliling Tanah Abang sudah sangat parah," tambah Noval, 24, pengunjung lain.

Memasuki hari ke-15 Ramadan, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, dipadati pengunjung untuk berburu busana lebaran. Selain berseliweran kendaraan roda dua dan empat, para pengunjung yang berjalan kaki pun menambah keruwetan karena mereka berkeliling untuk memilah model busana yang diinginkan.

Para penjual juga tidak kalah sibuk. Mereka bersautan dengan penjual lain untuk mempromosikan daganganya. "Ayo Bu mampir, ada gamis Nissa Sabyan. Nih Bu, bisa dilihat-lihat dulu," teriak mereka. Elfrida, 40, seorang pengunjung, mengaku rutin datang ke Tanah Abang menjelang Idul Fitri. Tanah Abang dipilih karena banyak model dan pilihan.

"Memang ramai di sini mah. Tapi, saya tidak masalah meski harus berdesakan," ujar Rahmiyanti, 45, pengunjung lain asal Depok, yang rela datang dengan menumpang kereta commuter line.

Kepadatan pengunjung Pasar Tanah Abang berimbas terhadap kemacetan yang mengular sepanjang jalan depan Blok G hingga Blok A Tanah Abang. Suara klakson mobil yang terus mengaung membuat terik matahari terasa lebih panas.

Berkah Ramadan di Tanah Abang tidak hanya dirasakan para pedagang di dalam pasar maupun di jembatan penyeberangan multiguna. Sejumlah penjual pakaian di trotoar, di bawah skybridge pun ikut merasakannya.

Mereka juga menjual berbagai model busana. Meski di bawah terik matahari langsung, para pedagang itu tidak bosan-bosan menyapa warga yang lewat di trotoar Jalan Jatibaru itu.

"Bajunya Bu, lengan panjang Rp45 ribu, lengan pendek Rp35 ribu. Dipilih-dipilih," ungkap Yanto, 39, salah satu pedagang.

Saat ditanya, dia mengaku kehadirannya mengganggu pengguna jalan. Namun, ia enggan pindah dan tetap menggelar dagangan.

"Saya tahu ini pelanggaran. Tapi, mau gimana? saya tidak punya tempat lain dan harus berjualan demi kebutuhan hidup," elaknya.

Trotoar yang makin sempit juga dikeluhkan para pedestarian. Euis, 25, misalnya, mengaku gelaran dagangan di trotoar sangat menghambat para pejalan kaki. "Tentu saja kami terganggu," tandasnya.

Sepanjang trotoar Jalan Jatibaru terkesan sangat tidak manusiawi. Beragam dagangan dipajang pedagang, mulai dari pakaian, jajanan, makanan, dan minuman. Trotoar makin tidak enak dilihat, karena sejumlah pengendara sepeda motor pun ikut naik trotoar, menghindari kemacetan di jalan beraspal. (Rif/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya