Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
RABU (25/4) dini hari, sebuah sumur minyak milik warga di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, meledak. Insiden itu menewaskan 22 orang dan melukai puluhan lainnya. Untuk mengetahui aktivitas warga yang mengusahakan sumur minyak di sana, wartawan Media Indonesia Ferdian Ananda Majni menelusuri ke lokasi Mei lalu. Berikut Liputan khusus yang kami turunkan.
---------------------------------------------------------------------------
SEJARAH mencatat minyak pertama kali ditemukan di Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Aceh Timur, pada abad ke-14. Kala itu, pasukan dari Kerajaan Samudra Pasai memanfaatkan minyak untuk berperang.
Pada 1885, Aeliko Janszoon Zilker, ahli tembakau asal Belanda, berhasil membuka tambang minyak di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara.
Setelah itu, pada 1899, perusahaan minyak Belanda mulai menggarap tambang minyak di Ranto Peureulak. Mereka menanam saluran pipa dalam tanah untuk mengalirkan minyak ke Pangkalan Brandan.
Dua tahun menjelang kemerdekaan RI, Jepang membangun kilang minyak pertama dan melakukan eksplorasi di sepanjang pantai timur Aceh.
Setelah Jepang angkat kaki pada 18 Desember 1945, ratusan sumur minyak itu terbengkalai dan sebagian dimanfaatkan warga masyarakat.
Dalam perjalanan berikutnya, ladang minyak Belanda diambil alih PT Asamera Oil pada 1970. Perusahaan asal AS itu melakukan eksplorasi di Peureulak dan sekitarnya.
Setelah kontrak Asamera berakhir, giliran Conoco Philip mengelola sumur minyak di Peureulak. Pada 2012-2013, sumur minyak tersebut sempat juga dikelola Pacific Oil & Gas. Terakhir semua sumur minyak di Ranto Peureulak dikelola sepenuhnya oleh PT Pertamina (persero).
Sejak ditemukan berabad-abad lalu, minyak di perut bumi Peureulak yang dikelola perusahaan-perusahaan itu secara resmi dan diatur undang-undang tidak sedikit pun menghadirkan perbaikan bagi kehidupan warga masyarakat desa.
“Warga tidak sejahtera sehingga banyak muncul kejahatan dan pencurian. Ketika ada aktivitas sumur minyak dalam lima tahun terakhir di sini, ekonomi warga membaik dan keamanan juga kondusif,” kata Kepala Desa Pasir Putih, Burhanuddin.
Dengan modal dan keterampilan yang serbaterbatas, warga berbondong-bondong mulai mencari minyak di lahan perkebunan milik sendiri. Mereka menjadikan itu sebagai mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Hanya dalam hitungan minggu, ratusan sumur bermunculan di seluruh Gampong Pasir Putih. Ironisnya aktivitas pengeboran minyak yang awalnya terpusat di kebun-kebun kosong atau pinggiran hutan kini merambah ke lokasi dekat permukiman.
Satu-dua warga mulai mengebor di halaman rumah untuk mencari emas hitam. Hal itu memicu keinginan warga lainnya untuk melakukan hal yang sama. Hasilnya tidak mengecewakan. Jika mereka beruntung, rupiah pun mengalir mengisi pundi-pundi warga lewat semburan minyak.
Burhanuddin menyebutkan total warga Gampong Pasir Putih sebanyak 233 kepala keluarga atau 890 jiwa. Sekitar 75% menjadi pekerja di sumur pengeboran, sedangkan pemodal datang dari luar desa.
“Mereka itu petani dan pe dagang, tetapi akhirnya memilih bekerja di sumur minyak. Hampir semua rumah punya pengeboran minyak. Masyarakat sudah bergantung pada sumur minyak. Jika tidak diberikan izin, mereka bisa kelaparan. Begitulah,” ujar Burhanuddin.
Kini di tiga dusun yang ada di Gampong Pasir Putih terdapat lebih dari 100 sumur minyak aktif. Menurut Burhanuddin, sejak pemerintah melarang dan menutup sementara sumur-sumur minyak, aktivitas roda perekonomian warga tersendat. Dampaknya, yang paling meresahkan ialah munculnya aksi pencurian dan kejahatan. Kondisi ini pernah terjadi sebelumnya.
“Jika mata pencarian tidak ada, bisa-bisa hilang sawit orang, lembu orang, dan harta lain. Karena selama ada pengeboran, tidak ada hal yang meresahkan itu,” lanjut Burhanuddin.
Masyarakat sangat berharap sumur minyak mereka tidak ditutup. Karena itu, satu-satunya pengharapan warga yang tidak memiliki lahan sawit dan sawah. “Sejak tiga bulan lalu sebelum musibah, masyarakat mulai makmur tidak merasakan susah. Namun, kini pedagang juga kesulitan berjualan,” tambah Burhanuddin.
Burhanuddin, yang membuka usaha toko kelontong dan warung kopi, biasanya mendapatkan uang sekitar Rp1 juta per hari. Kini untuk memperoleh uang Rp50 ribu saja terasa susah.
“Pekerjaan lainnya memetik buah sawit, menjadi tukang bangunan dengan gaji Rp70 sehari. Kalau pengeboran dapat Rp200 ribu per hari. Pemuda yang kerja pengeboran kini jadi pengangguran,” papar Burhanuddin.
Sebagai aparatur desa, dia tidak menyuruh warga mengebor bahkan kerap melarangnya, tetapi tidak ada yang menggubris karena mereka mengaku bertanggung jawab sendiri.
“Mereka sangat membutuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka menjawab bukan urusan kamu. Tanah saya. Semua saya kerjakan. Apa urusannya kamu,” tutur Burhanuddin.
Kapolsek dan Koramil sudah berulangkali melakukan sosialisasi, imbauan, dan larangan. Mereka juga membuat peraturan tamu wajib lapor 1x24 jam, tetapi tidak pernah dipatuhi karena banyak orang luar masuk semaunya saja.
Tidak hanya di permukiman warga, Media Indonesia juga menemukan lahan bekas pengeboran di depan kompleks perkantoran pemerintahan Kecamatan Ranto Peureulak. Berjarak sekitar 100 meter di seberang jalan terdapat sejumlah peralatan pengeboran yang ditutupi terpal biru.
Setop dulu
Kepada Media Indonesia, Kapolres Aceh Timur AKB Wahyu Kuncoro, kemarin, mengatakan pengembangan berkas kasus ledakan sumur minyak ilegal di Aceh Timur terhadap lima orang tersangka sudah selesai..
“Alhamdulillah sudah P21. Sudah dianggap selesai. Nanti diserahkan tersangka dan barang bukti. Minggu depan jika aktivitas mulai normal,” kata Wahyu.
Aktivitas pengeboran minyak di permukiman warga masih berlangsung. Kata Wahyu, sambil menunggu peraturan dari SKK Migas dan pemerintah daerah, pihaknya mengimbau masyarakat tidak melakukan pengeboran ilegal terlebih dulu.
Wahyu menambahkan dalam pengembangan pihaknya juga memasukkan dua orang donatur besar atau penyandang dana ke dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Intinya dua orang itu yang harus bertanggung jawab penuh karena mereka penyandang dana terbesar. Jadi, pada prinsipnya kami terus mencari di mana keberadaan mereka,” tegas Wahyu.
Di sisi lain, kepolisian terus melakukan penindakan terhadap truk-truk yang membawa keluar minyak mentah dari Kecamatan Ranto Peureulak.
“Kami sudah menyita 35 mobil yang hendak menyelundupkan minyak ke Tanjung Pura. Begitu juga ada 35 orang telah menjadi tersangka, tetapi tidak ditahan. Mereka dijerat dengan ancaman penjara di bawah 5 tahun,” kata Wahyu.
Selama pemerintah belum mengeluarkan regulasi, kepolisan pun tidak bisa melakukan tindakan apa pun terhadap pekerja tambang minyak. Pasalnya, jumlah mereka hampir ribuan orang.
“Masyarakat di sana kan petani. Karena mendapat uang dengan instan, mereka lalu beralih menjadi pengebor minyak. Dengan kebijakan, persoalan itu bisa diselesaikan,” tandas Wahyu. (X-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved