Headline

Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Ada Maladministrasi, Ombudsman Minta BPN Evaluasi Penerbitan Sertifikat Pulau Pari

Nicky Aulia Widadio
09/4/2018 15:12
Ada Maladministrasi, Ombudsman Minta BPN Evaluasi Penerbitan Sertifikat Pulau Pari
(ANTARA FOTO/R. Rekotomo)

OMBUDSMAN Republik Indonesia (ORI) meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta mengevaluasi penerbitan 62 sertifikat hak milik (SHM) dan 14 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Ombudsman memberi waktu 30 hari kepada BPN DKI untuk menyampaikan tindakan mereka.

"BPN DKI juga harus membuat keputusan administratif terkait keabsahan proses pendaftaran tanah yang terletak di Pulau Pari terkait dengan nama-nama tercantum dimaksud yang pada saat ini memiliki sertifikat atas tanah di Pulau Pari sebagai bentuk pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik," tutur Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Dominikus Dalu di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (9/4).

Selain itu, Ombudsman juga meminta Kementerian ATR/BPN dan BPN DKI mengaudit internal Kantor Pertanahan Jakarta Utara terkait penerbitan sertifikat-sertifikat itu. Sebab, Ombudsman menemukan adanya maladministrasi dan pelanggaran prosedur dalam proses penerbitannya.

Sementara kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Ombudsman meminta agar peruntukan Pulau Pari bisa dikembalikan sebagai kawasan pemukiman penduduk dan nelayan sesuai rencana tata ruang yang tercantum dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

"Apabila Pemprov DKI mengembangkan Pulau Pari sebagai kawasan wisata, pembangunan pariwisata tersebut harus mengintegrasikan kepentingan warga Pulau Pari," ujar Dominikus.

Ombudsman juga mengingatkan Pemprov DKI untuk menginventarisasi data dan aset warga Pulau Pari, serta melakukan pengukuran dan pemetaan ulang terhadap kepemilikan hak atas tanah di Pulau Pari.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menyebut pihaknya akan menjalankan masukan Ombudsman tersebut. Inventarisasi aset sendiri, tutur dia, telah sejalan dengan yang dilakukan Pemprov DKI untuk mendapatkan status wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.

"Ini sudah jadi temuan BPK bahwa kami harus menata aset-aset yang ada di Kepulauan Seribu," tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga berencana mengembangkan ekowisata di Pulau Seribu, termasuk di Pulau Pari. Dia berjanji akan melibatkan masyarakat setempat dalam prosesnya.

"Kita ingin mengembangkan pariwisata tentunya untuk membuka peluang usaha dan menciptkakan lapangan kerja di Pulau Pari dan Kepulauan Seribu. Kita ingin melibatkan masyarakat dalam satu ekosistem di mana nanti dunia usaha bisa investasi buka lapangan kerja tapi juga mengayomi masyarakat," tutur Sandiaga.

Dari pemeriksaan selama satu tahun, sejak 29 Maret 2017, Ombudsman menemukan ada penerbiitan 62 sertifikat hak milik yang tidak sesuai prosedur. Ombudsman menolak menjabarkan siapa saja pemilik dari sertifikat tersebut. Yang jelas, ada penyimpangan prosedur dari proses penerbitannya. Selain itu, ORI juga menemukan adanya pelanggaran prosedur pada penerbitan 14 sertifikat hak guna bangunan di Pulau Pari atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa. Penerbitan SHGB itu dinyatakan telah mengabaikan fungsi sosial tanah, adanya monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dan pemanfaatan ruang, serta melanggar rencana tata ruang dan wilayah Pemprov DKI. (X-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya