Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
OBAT penenang beredar di kalangan pengemis. Itu tidak hanya dikonsumsi orang dewasa, tetapi juga bayi dan anak-anak agar tidak rewel ketika dibawa mengamen atau meminta-minta.
Media Indonesia menyaksikan seorang bernama Saodah menawarkan satu setrip obat penenang jenis riklona clonazepam kepada wanita paruh baya yang biasa mengamen di wilayah Fatmawati, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.
Perempuan paruh baya yang akrab dipanggil Mak itu lantas memberikan uang senilai Rp25 ribu kepada Saodah. Selanjutnya Mak mengambil air mineral dan mencampurkan dengan pil berwarna putih berbungkus hijau terang tersebut.
Bayi berusia sembilan bulan yang tadinya terus menangis tanpa sebab tak berapa lama berangsur tenang dan kemudian tertidur. Menurut Saodah, obat yang diberikan itu biasa dikonsumsi anak jalanan, baik bayi maupun dewasa. "Kalau untuk bayi, digerus dengan air putih atau kopi lalu diminumkan sedikit," cetusnya.
Saodah mengaku biasa menjual berbagai obat penenang di kawasan Jakarta Pusat. Selain riklona, dia juga menjual dumolid, alphazolam, valdimex, dan trilin, yang semuanya berfungsi sebagai obat penenang.
Dia mendapatkan obat-obat tersebut dari apotek. "Ada apoteknya," cetus Saodah tanpa bersedia menyebutkan alamatnya.
Selain dari apotek, ia mengambil limbah apotek yang kedaluwarsa. Para pengemis atau pengamen jalanan jarang sekali peduli apakah obat yang ditawarkan sudah kedaluwarsa atau belum. Dalam seminggu Saodah bisa mendapat keuntungan Rp1,5 juta dari tiga kotak obat gratis yang dibawa-bawanya.
Ketika didesak dari mana dia tahu buangan limbah obat, Saodah mengaku ada orang dalam memberi tahu. "Biasanya ada pihak apotek yang kasih tahu. Nah, obat-obat itu didapat gratis. Saya jual satu setrip obat Rp25 ribu-Rp30 ribu."
Resep dokter
Teman Saodah yang juga berbisnis serupa, Tarot, mengaku mendapatkan obat penenang dengan resep dokter. Sebagai mantan pecandu narkoba, dia mendapatkan resep dari dokter kejiwaan tempatnya konsultasi. "Dokter yang tanya saya mau obat apa. Lalu dia bikin resep untuk ditebus dengan harga lebih murah dan jumlahnya cukup banyak," tuturnya.
Namun, obat tersebut tidak dikonsumsi Tarot, tetapi dijual dengan harga Rp50 ribu per setrip. Pengaruh obat-obatan tersebut bisa bertahan selama 8 jam atau lebih untuk bayi. "Saya jual ke mereka (anak jalanan). Biasanya kalau bayi sudah dikasi obat penenang, besarnya juga pasti pakai. Kalau tidak minum obat, efeknya bisa nekat," cetusnya.
Dalam menanggapi beredarnya obat penenang di kalangan bayi dan anak-anak jalanan, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto menyatakan hal itu sudah lama terjadi.
Ia meminta aparat mendalami jalur distribusi obat dan dinas sosial memastikan agar anak tidak diajak mengemis ataupun bentuk tindakan eksploitatif lainnya. "Apa pun alasannya, tidak tepat kalau anak diajak mengemis. Ini harus dicegah."
Secara terpisah Kapolres Jakpus Kombes Roma Hutajulu mengatakan telah mengamankan Zafrul, 60, yang viral diberitakan memberikan obat penenang kepada bayi di lantai sebuah minimarket.
Bayi tersebut dipastikan bukan sewaan, melainkan anak Zafrul sendiri. "Hasil pemeriksaan sementara tidak ditemukan adanya tanda-tanda anak itu diberi obat tidur. Dia membawa anak memang motif ekonomi dan itu memang anaknya," tandasnya. (Sru/J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved