Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
AJI mumpung mengganti semua perabot saat menjabat menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Apalagi, hingga saat ini belum ada aturan tentang pembatasan pembelian aset sebagai investaris kantor. Ditambah ketidakrapian pencatatan makin memperumit menghapus aset tersebut untuk dilelang. Akibatnya, aset tersebut mubazir. Hal ini diakui Kepala Biro Umum Pemerintah DKI Jakarta Firmansyah dan Kepala Unit Pelaksana Tugas Penyimpanan Barang Daerah pada Badan Pengelola Penyimpanan Aset Daerah (BPAD) DKI Jakarta, Syahrul Hidayat, yang dihubungi, Minggu (18/2).
Firmansyah menampik pihaknya tidak mencatat keluar masuk aset dengan telaten. Menurutnya, semua aset barang dicatat dengan rinci oleh stafnya setiap tahun, termasuk aset yang akan dihapuskan. Barang yang masih layak digunakan tetap dipakai. Meski ada juga barang yang layak pakai disimpan di tempat penyimpanan. “Catatan ada semua. Besok (hari ini) Anda bisa dilihat di kantor saya,” jawabnya sembari menantang kepada Media Indonesia. Namun, dia mengaku pusing juga dengan aset yang ada. Bagaimana menghapus aset ini, seperti komputer dan monitor yang jumlahnya banyak. Belum lagi peralatan kerja seperti meja atau furnitur kantor serta kendaraan. Apalagi, rentan hilang jika pencatatan tidak dilakukan secara serius.
Sebenarnya, jelas Firmansyah, tidak hanya aset dari Balai Kota yang disimpan di Pusat Penyimpanan Barang Daerah di Pulomas, Jakarta Timur, semua SKPD menyimpan aset yang dinilai ‘tidak bermanfaat’ lagi juga ke sana.
Butuh payung hukum
Kepala Unit Pelaksana Tugas Penyimpanan BPAD, Syahrul Hidayat, menuturkan pihaknya sedang mendata semua aset untuk mencari solusi selanjutnya. Namun, terkendala pada kebijakan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatur pengurusan aset, termasuk pencatatan dan solusi penghapusan aset oleh setiap SKPD. Itu yang belum ada.
“Sekarang sedang didata semua asetnya. Tidak mungkin juga kami kembalikan aset dari setiap SKPD yang disimpan di sini. Namun, itu memang harus jelas dan setiap SKPD harus mempunyai solusinya jadi tidak langsung dilempar ke sini. Sekarang saya sangat ketat, tidak bisa semua barang masuk ke sini,” tegasnya. Dia mengungkapkan setiap SKPD seharusnya bijak memanfaatkan setiap aset yang ada. Hal itu bisa menghemat anggaran dan tidak perlu terjadi penumpukan barang yang sebenanrnya masih sangat layak digunakan.
“Kebiasaan saat perubahan pemimpin maunya beli barang baru. Padahal, yang lama masih layak pakai. Ambil jalan tengah ditumpuklah di sini dan tidak jelas mau diapakan. Mereka pikir disimpan di sini itu sudah penghapusan aset. Padahal, tidak,” tuturnya.
Syahrul mengungkapkan BPKP sudah melakukan pemeriksaan sehingga pendataan aset akan dilakukan secepatnya. Mayoritas SKPD hingga tingkat kelurahan menyimpan aset di sana. Umumnya barang yang disimpan di tempat seluas 8,27 hektare tersebut terdiri atas kendaraan dan furnitur yang berusia puluhan tahun. Ada yang diambil lagi dan tidak.
Sementara itu, menurut pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah, tranparansi anggaran harus diawali dengan perombakan pejabat di setiap SKPD. Perombakan ini menjadi ujung reformasi birokrasi dan harus dilakukan secara berkelanjutan.
Sangat mungkin, ungkap Trubus, pembelian aset merupakan upaya membobol anggaran negara. Dia mencontohkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama sudah mengendus permainan pembelian aset bergerak yang ujungnya hanya jatuh ke tangan perorangan tanpa melalui proses semestinya.
“Aset-aset itu tidak ada suratnya. Dijual atau dilelang sulit sehingga menumpuk saja seperti itu. Tanpa surat barang itu bisa berpindah tangan dengan cara khusus seperti contohnya kendaraan tadi,” tandasnya. (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved