Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Antara Melestarikan Budaya dan Urusan Perut

Fachri Audhia Hafiez, Dea Andriani
18/1/2018 10:09
Antara Melestarikan Budaya dan Urusan Perut
Pengamen mengangkut ondel-ondel menggunakan angkot sewaan menuju tempat ngamen di Jakarta Timur(MI/Ramdani)

Nyok kite nonton ondel-ondel
nyok kite ngarak ondel-ondel
Ondel-ondel ade anaknye
anaknye nandak gel igelan

Mak Bapak ondel-ondel ngibing
ngarak penganten disunatin
Nyang nonton rame ke girangan
ikut ngarak iring iringan...

PENGGALAN lagu Ondel-ondel yang dipopulerkan Benyamin Suaib ini menegaskan bahwa tradisi Betawi ini dibuat untuk momen khusus. Kini melihat hilir mudiknya ondel-ondel di Jakarta, bukan barang aneh lagi. Tidak ada kesan khusus saat menyaksikan ondel-ondel beraksi.

Ternyata ada sistem yang dibangun di balik pengamen jalanan ondel-ondel. Mereka yang putus sekolah dan meng-anggur, berkeliling memain-kan boneka seberat 10 kilogram itu. Itu demi menyambung hidup di tengah kesulitan ekonomi.

“Di sini kita ramai-ramai kerja, yang baru lulus sekolah atau habis kontrak kerja boleh gabung di sini,” ajak Mulyadi, Ketua Sanggar Irama Betawi di Kampung Ondel-Ondel, Kramat Pulo, Jakarta Pusat, kemarin.

Ayah Mul, begitu ia akrab disapa, kini menyambung hidup dengan melestarikan budaya Betawi lewat keahliannya membuat ondel-ondel. Ondel-ondel yang dibuatnya tidak hanya dijual, tapi juga disewakan bagi mereka yang ingin mengamen menggunakan ondel-ondel.

Di balik mengamen itu, ada orang-orang yang bergantung hidupnya dari si boneka betawi. Ada orang tua, remaja, bahkan anak-anak yang ikut dalam rombongan pengamen jalanan itu. “Semua yang ikut itu datang dari mana saja, dari seluruh DKI ke sini mau ikut ngamen,” cetusnya.

Ayah Mul dikenal luas oleh masyarakat Kramat Pulo. Sebagai seorang pemberi lahan pekerjaan, dirinya juga responsif terhadap keberlangsungan budaya Betawi.

Belum serius
Sementara itu, Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi Yahya Andi Saputra mengatakan, fenomena ondel-ondel sebagai pengemis/ngamen perlu ditinjau ulang. Itu menandakan pemerintah gagal membina masyarakat. Jadi perlu penertiban dan pembinaan yang terukur dan rutin dilakukan agar warisan Betawi ini bisa diselamatkan.

“Gagal membina itu karena pada nyatanya masih beran-takan. Di samping itu memang ada niat-niat individu yang jeli melihat celah untuk ambil duit dan dimanfaatkan,” keluh Yahya.

Menurutnya, jika pembinaan dilakukan dengan maksimal, sanggar-sanggar resmi memiliki harapan hidup dan semakin gencar melesetarikan ondel-ondel sesuai dengan pakem yang benar. Selain itu perlu adanya penindakan jelas kepada oknum yang memanfaatkan ondel-ondel sebagai sarana mengais rezeki saja.

“Selama ini belum ada efek jera bagi mereka, sehingga mendorong penyelewengan ini semakin dibiasakan. Unsur pakem budaya ondel-ondel hilang,” ungkapnya.

Terkait ini, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Tinia Budiati mengaku tengah mencari solusi masalah ini. Pihaknya berkoordinasi dengan Dinsos, Satpol PP, dan kepolisian. Dilema antara melestarikan budaya dan mencari nafkah, butuh solusi yang menyeluruh. Pihaknya terus berupaya melalui pendekatan humanis kepada pelaku. “Mereka tidak seluruhnya dari Jakarta, ada juga pendatang yang tujuannya memang mencari nafkah. Kita akan tertibkan jika mengamen di jalan protokol.”(J-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya