Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
SEMRAWUTNYA pengelolaan apartemen atau rumah susun (rusun) di Jakarta kembali menjadi perbincangan. Setelah diramaikan kasus komedian Acho dua bulan lalu yang menyeret Apartemen Green Pramuka dan kasus mark-up listrik dan air di Kalibata City, kali ini hal yang tak jauh berbeda menimpa Minarni Chairani pemilik beberapa unit di apartemen Pluit Sea View, Jakarta Utara.
Penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) yang dilakukan terhadap satu unit seharga Rp300 juta dikenakan biaya Rp63 juta. Biaya itu sudah termasuk biaya agen jasa PT Prima Propertindo Indonesia (PPI) sebagai perantara pengurusan AJB. Biaya tersebut terlalu tinggi menurut Minarni.
"Jika terhadap unit tersebut mau dilakukan penandatanganan AJB maka dikenakan biaya Rp63 juta-an, sudah termasuk fee agen. Biaya yang sangat mahal," kata kuasa hukum Minarni, Andrian Meizar kepada Media Indonesia, Sabtu (11/11).
Andrian menyebut, Minarni menolak membayar biaya yang dibebankan itu. Pengembang pun mengambil langkah mengancam menjual unit yang dibeli dan beberapa masih dicicil Minarni. Pengembang pun menolak uang pembayaran cicilan rutin Minarni sekaligus menolak serah terima kunci atas unit-unit yang dibeli Minarni.
Menurut Andrian, sikap memaksakan klien untuk menandatangani AJB melalui PT Prima Properti Indonesia dinilai sepihak. Pasalnya, beban fee bagi biaya perusahaan keagenan tidak berdasar hukum kepada setiap pembeli.
"Sudah jelas hal itu melanggar UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 18 ayat 1 menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dilarang membuat klausula baku yang merupakan syarat-syarat yang ditetapkan lebih dulu secara sepihak," jelas Andrian.
Bukan tidak mungkin kliennya itu akan melaporkan kasus ini ke polisi. Pasalnya, sudah dua kali bersurat namun tidak mendapat respons dari pengembang.
Somasi pertama dilayangkan 18 September 2017. Terakhir, pihaknya melayangkan surat serua pada 23 Oktober. Dikatakan pada surat bila lima hari dari surat dilayangkan tidak direspons maka pihaknya akan mengajukan tuntutan hukum.
"Bila setelah melewati batas waktu maka dengan menyesal kami akan menggunakan hak klien kami yang saat ini masih dicadangkan yaitu untuk mengajukan tuntutan hukum baik secara perdata dan terlebih secara pidana." tuturnya.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved