PEMBANGUNAN moda raya terpadu atau mass rapid transit (MRT) terus berjalan, tetapi tidak selalu lancar. Rumitnya utilitas di bawah tanah dari berbagai perusahaan infrastruktur kerap menghambat pembangunan angkutan massal tersebut.
Jalur MRT koridor selatan-utara fase 1 dengan rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) yang kini sedang dibangun memang melintasi 13 stasiun. Enam stasiun di antaranya berada di bawah tanah yang berawal dari Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, hingga Bundaran HI, Jakarta Pusat. Tujuh lainnya merupakan stasiun layang yang berada di Lebak Bulus hingga stasiun layang terakhir di Jalan Sisingamangaraja.
Direktur Utama PT MRT Jakarta Dono Boestami mengatakan saat ini pihaknya sedang berkoordinasi dengan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) agar bisa memindahkan jaringan pipa distribusi air yang dibangun BUMD milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tersebut. Selain dengan PDAM, PT MRT Jakarta berkoordinasi dengan Pertamina Gas terkait dengan rencana pemindahan jaringan pipa gas milik anak perusahaan Pertamina tersebut.
"Kendala utama itu ketika mau memindahkan utilitas. Saat ini kami sedang berkonsentrasi memindahkan pipa gas milik Pertamina Gas dan pipa air milik PDAM," kata Dono ketika dihubungi Media Indonesia, beberapa waktu lalu.
Meskipun kerap direpotkan dengan jalur utilitas di bawah tanah yang semrawut, Dono memastikan pembangunan infrastruktur MRT fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI akan berjalan sesuai rencana dan selesai pada 2018.
Bor Antareja 1 yang menggali dari sisi barat Stasiun Sisingamangaraja telah menembus areal bawah tanah Stasiun Commuter Line Sudirman.
Sementara itu, bor Antareja 2 yang menggali dari sisi timur Stasiun Sisingamangaraja sudah bergerak menggali sejauh 277,5 meter menuju arah Bundaran HI. Bor Antareja 3 pun sudah selesai dirakit dan ditempatkan di titik penggalian yang akan menjadi Stasiun Bundaran HI, sedangkan bor keempat masih dalam proses perakitan.
Selain membangun infrastruktur jalur dan stasiun, dalam desain detail rancang bangun, PT MRT Jakarta akan membangun fasilitas kawasan berbasis pengembangan transit atau transit oriented development (TOD).
Pemprov DKI menetapkan Dukuh Atas sebagai kawasan TOD yang akan menjadi tempat bertemunya kawasan komersial dan hunian dengan lima jenis angkutan massal, yakni MRT, kereta ringan cepat atau light rail transit (LRT), kereta api bandara, kereta rel listrik commuter line, dan bus Trans-Jakarta. TOD Dukuh Atas akan jadi TOD pertama yang dibangun PT MRT Jakarta dengan dana Rp450 miliar.
Trotoar 10 meter Dono mengatakan pihaknya tidak hanya bertanggung jawab membangun satu kawasan TOD, tetapi juga menjadikan seluruh kawasan di sekitar stasiun sebagai kawasan TOD. Selain itu, MRT bertanggung jawab merestrukturisasi trotoar dan jalan di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman hingga Jalan MH Thamrin.
Trotoar di kawasan tersebut akan dilebarkan dengan cara meniadakan satu jalur lambat di kedua sisi jalan itu. Dengan demikian, kelak lebar trotoar mencapai 10 meter. Pelebaran trotoar, ujarnya, mutlak dilakukan untuk membangun fasilitas pintu masuk penumpang dari trotoar menuju stasiun bawah tanah. Dengan pelebaran trotoar, dimensi pintu masuk yang juga memerlukan lahan diharapkan tidak mengganggu aktivitas pejalan kaki.
Untuk mengerjakan pelebaran trotoar masih membutuhkan payung hukum dari segi konsep tata ruang. Karena itu, ia menunggu kepastian hukum dari rapat yang akan diselenggarakan dengan pemprov.
"Saya masih menunggu apakah cukup berkaca pada Peraturan Daerah No 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jakarta 2030 atau mengajukan rekomendasi pembuatan peraturan kepala daerah sebagai petunjuk teknis," tuturnya. (J-2)