Para guru dan tenaga kependidikan yang mengikuti pelatihan pendek selama 20 hari di 12 negara dapat memiliki kompetensi global dalam menghadapi era revolusi 4.0 dan pembelajaran abad ke-21.
“Tanpa mereka punya kompetensi global, saya kira mereka akan tertinggal. Kita juga mengharapkan para peserta didik yang familier dengan kemajuanteknologi,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Sesditjen GTK) Wisnu Aji, di Jakarta, Sabtu (23/3) malam.
Dengan ikut serta dalam pelatihan, lanjutnya, para guru bisa melihat dan belajar bagaimana proses pembelajaran dan peradaban di negara
maju yang sudah menerapkan pembelajaran abad ke-21.
Untuk mengejar kompetensi global, dia memberi contoh seperti tenaga kependidikan yang dikirim ke Australia. Mereka di ‘Negeri Kanguru’ itu mengikuti pembelajaran berbasis higher-order thinking skill (HOTS), yakni cara berpikir kritis dalam mengevaluasi, menganalisis masalah, dan memecahkan masalah.
Selama ini di Indonesia belum banyak pendidik yang menerapkan proses pembelajaran berorientasi HOTS, sehingga nilai ujian nasional (UN) siswa kurang memuaskan. Ini karena mereka tidak dilatih berpikir kritis, sementara soalsoal UN sudah berorientasi HOTS. “Semoga setelah mengikuti pelatihan ini guru-guru kita dapat memahami cara mengajar yang berorientasi HOTS,”jelasnya.
Pada level kepala sekolah, papar Wisnu, mereka belajar mengenai school leadership, yakni bagaimana cara kepemimpinan dan manajerial di sekolah.
Pada level pengawas, mereka belajar ilmu supervisi sekolah. Pelatihan juga memberi ilmu untuk kolaborasi guru dan kepala sekolah sesuai pembelajaran abad ke-21.
Dengan bertambahnya ilmu dan pengetahuan yang mereka terima selama pelatihan tersebut, diharapkan para tenaga pendidik akan terbuka wawasan mereka, bukan hanya dari segi pendidikan, melainkan juga pengetahuan tentang budaya di luar negeri.
Dia mencontohkan, antara lain budaya negara berperadaban maju sangat menjunjung hak asasi manusia, menjaga lingkungan, dan mempersiapkan generasi selanjutnya. “Guru-guru bisa melihat sendiri selama mereka di sana,” tandasnya.
Yang terpenting, sambung Wisnu, ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan bisa diimplementasikan ke dalam sistem pembelajaran di sekolah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal ini Ditjen GTK meminta mereka membuat proyek perubahan di sekolah masing-masing.
“Progresnya akan kami monitor. Jadi, saya kira program pengiriman pelatihan guru ke luar negeri ini sangat bermanfaat. Mereka sudah mendapat ilmu dan pengalaman internasional untuk kemudian bisa diterapkan kepada peserta
didik. Saya juga mengingatkan, peserta didik yang dihadapi ini anak-anak generasi Y dan Z. Anak-anak yang familier dunia teknologi dan cenderung independen,” jelas Wisnu.
Proyek perubahan
Terkait dengan project of change, jelas Wisnu, setiap level tenaga pendidik memiliki misinya. Pada kepala sekolah, misalnya, bagaimana dia mengatur manajerial di sekolah supaya sesuai standar luar negeri. Kemudian untuk guru, bagaimana mareka menerapkan pembelajaran berorientasi HOTS dan classroom management.
“Itu proyek perubahan yang harus mereka lakukan setelah apa yang mereka pelajari di luar negeri. Mereka juga harus mendiseminasikan ilmu yang didapat kepada guru-guru lainnya.”
Dijelaskan Wisnu, sebanyak 12 negara yang menjadi tujuan pelatihan para guru berprestasi ini umumnya merupakan negara yang peradabannya sudah bagus sehingga pengiriman mereka ke sana tidak sekadar mendapat ilmu, tetapi juga mendapat wawasan luas. Jangan sampai guru hanya bercerita soal pendidikan di luar negeri dan mendapat sumbernya dari bacaan tanpa menyaksikan langsung.
“Mereka telah menyimak dan melihat langsung bagaimana pendidikan di luar negeri, bagaimana guru mendidik siswa dengan cara profesional dan itu bisa diikuti sekolah di Indonesia.”
Bila program pelatihan guru ke luar negeri ini berhasil, lanjutnya, pemerintah akan berupaya mengirimkan lebih banyak lagi guru mengikuti pelatihan ke luar negeri. Namun, sambung Wisnu, tentunya pengiriman itu disesuaikan dengan anggaran dari pemerintah.
Untuk diketahui, pelatihan ke 12 negara diikuti sebanyak 1.200 guru. “Saya pikir ilmu yang mereka peroleh sangat bermanfaat. Apalagi, saya dengar banyak guru pertama kali pergi ke luar negeri dan itu luar biasa bagi mereka,” pungkas Wisnu. (Bay/S2-25)