Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Taliban Afghanistan kian Kuat

Haufan Hasyim Salengke
13/1/2017 07:57
Taliban Afghanistan kian Kuat
(MI)

DUA tahun setelah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) angkat kaki dari Afghanistan dan menyerahkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan lokal, negara di Asia Selatan itu masih lumpuh akibat digerogoti korupsi.

Awalnya, Amerika Serikat (AS) ­mengobarkan perang di Afghanistan pada Oktober 2001 untuk mengguling­kan pemerintahan Taliban yang dipimpin Osama bin Laden.
Osama dituduh terlibat dalam serang-an 11 September yang menghancurkan menara World Trade Center (WTC), simbol kedigdayaan AS.
Meski AS berhasil mengalahkan gerilyawan Taliban, kelompok itu tidak sepenuhnya bisa ditumpas.

Seorang pejabat militer AS, Rabu (11/1) waktu setempat, mengatakan pasukan Afghanistan hampir tidak dapat menahan seranganTaliban di negara tersebut.

Sejak pimpinan pasukan NATO pimpinan AS menghentikan patroli utama dan bergeser ke peran sebagai penasehat, ribuan tentara dan polisi Afghanis­tan menjadi korban dan menghadapi serangan terus-menerus dari pejuang Taliban yang kian mapan dari sisi dana dan senjata.

“Saya berharap banyak bisa mengatakan banyak peningkatan di Afghanistan selama dua tahun terakhir. Saya tidak bisa,” kata John Sopko dari Special Inspector General for Afghanistan Reconstruction (SIGAR), sebuah think tank di Washington.

Sopko berbicara ketika lembaganya merilis daftar ancaman tinggi terkait Afghanistan, kurang dari dua pekan sebelum presiden terpilih ‘Negeri Paman Sam’ itu, Donald Trump, berkantor di Gedung Putih.

Warisan konflik
Sama seperti Presiden Barack Obama, delapan tahun lalu, Trump mewarisi konflik Afghanistan yang tampaknya tidak mungkin diselesaikan. Trump memang telah mengajukan beberapa rencana untuk Afghanistan.

“Mari kita keluar dari negara itu dan mengatakan uang AS lebih baik digunakan di dalam negeri,” ujar Trump lewat akun Twitter pribadinya.

Sampai saat ini, AS telah menghabiskan lebih dari US$115 miliar (Rp1.527 triliun) untuk upaya rekonstruksi di Afghanistan. Uang itu berasal dari pembayaran pajak warga AS.

Sopko mencatat jumlah kelompok bersenjata yang melawan pemerintah Afghanistan bertumbuh.

Ia mengatakan jumlah distrik Afgha-nistan yang berada di bawah pengaruh pemerintah turun dari 70,5% pada awal 2016 menjadi 63,4% pada akhir Agustus.

Masalah bertambah rumit karena pola lama yang dimainkan komandan Afghanistan yang berbohong tentang jumlah pasukan untuk menipu sistem pembayaran atau gaji. Hal itu menjadi masalah yang menggerogoti tubuh pemerintah dan militer negara itu.

Sopko mengatakan Afghanistan masih memiliki puluhan ribu pasukan siluman yang digaji AS.

“Komandan Afghanistan sering me­ngantongi gaji dari ‘tentara siluman’ yang dibayarkan AS,” ujarnya.

Dia menambahkan ada bukti Taliban telah menginstruksikan komandan lapangan untuk membeli senjata yang disuplai AS, bahan bakar, dan amunisi dari tentara Afghanistan.

Sopko mengatakan baik Presiden Ashraf Ghani maupun Chief Executive Abdullah Abdullah telah bekerja sama dengan upaya AS untuk mencegah pemborosan dan penipuan. Dia juga menyoroti pusat antikorupsi yang sudah mulai mengadili kasus korupsi.

Sementara itu, Taliban memiliki banyak uang tunai berkat booming produksi opium yang tumbuh pada tingkat mendekati rekor, sedangkan upaya pemberantasan narkotika malah goyah. (AFP/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya