Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Mengenal Unit Khusus Israel Bernama Sel Legitimasi, Apa Fungsinya?

Dhika Kusuma Winata
22/8/2025 07:30
Mengenal Unit Khusus Israel Bernama Sel Legitimasi, Apa Fungsinya?
Seorang peserta aksi memegang gambar seorang jurnalis yang tewas di Gaza saat para pengunjuk rasa pro-Palestina mengikuti March for Humanity menentang krisis kemanusiaan di Gaza pada 16 Agustus 2025 di Kota New York, Amerika Serikat.(AFP)

INVESTIGASI gabungan yang dilakukan media milik warga Israel-Palestina, +972 Magazine dan Local Call, mengungkapkan keberadaan unit khusus di tubuh militer Israel yang secara sistematis berupaya mendiskreditkan jurnalis Palestina di Jalur Gaza. Tugasnya ialah memfitnah para jurnalis sebagai anggota Hamas.

Langkah itu ditengarai sebagai strategi untuk meredam kemarahan internasional atas meningkatnya jumlah jurnalis yang terbunuh akibat serangan Israel sekaligus menjaga dukungan politik serta militer dari negara-negara sekutu. Menurut investigasi, unit yang dikenal sebagai Sel Legitimasi itu dibentuk setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. 

Menurut tiga sumber intelijen yang diwawancarai, unit tersebut mengumpulkan serta memanipulasi informasi yang bisa digunakan untuk membangun narasi positif bagi Israel. Dengan cara itu, pemerintah Israel berharap dapat mengimbangi kritik global terhadap operasi militernya di Gaza.

Para sumber menyebut, misi sel tersebut sering kali tidak terkait langsung dengan keamanan nasional melainkan murni untuk kepentingan hubungan publik. "Motif utamanya adalah diplomasi dan citra, bukan keamanan," kata salah satu sumber yang dilansir juga oleh The Guardian.

"Jika ada isu global yang menyoroti Israel membunuh jurnalis, mereka segera mencari seorang jurnalis yang bisa dicurigai punya hubungan dengan Hamas, seakan itu membenarkan serangan terhadap yang lain," imbuhnya.

Memalsukan bukti

Dalam salah satu kasus, unit itu disebut sempat memalsukan bukti untuk menuduh seorang reporter sebagai anggota militer Hamas. Tuduhan itu pada akhirnya dicabut sebelum jurnalis tersebut menjadi target serangan.

Seorang sumber intelijen mengungkapkan Unit Legitimasi melabeli jurnalis sebagai target teroris. "Mereka berkata, siang hari dia jurnalis, malam hari dia komandan pasukan. Semua begitu yakin. Akan tetapi, akhirnya terbukti bahwa dia memang hanya jurnalis," ucap sumber tersebut.
 
Isu ini kian mencuat setelah pekan lalu Israel menewaskan jurnalis Al Jazeera, Anas Al-Sharif, beserta empat rekannya dalam serangan udara ke ruang redaksi darurat di Gaza. Israel mengeklaim Sharif ialah komandan Hamas. 

Namun, bukti yang dipublikasikan dinilai tidak meyakinkan dan justru menimbulkan pertanyaan. Keraguan terhadap klaim Israel muncul karena mustahil seorang yang disebut memegang komando militer bisa tetap aktif menyiarkan laporan harian di wilayah dengan tingkat pengawasan ketat.

Baca juga: Catat Perusahaan terkait Ekonomi Genosida Israel di Palestina

Israel bahkan tidak memberikan alasan atas tewasnya jurnalis lain dalam serangan yang sama ke Al-Sharif. Sementara itu, Al-Sharif sudah sejak 2024 menolak tuduhan tersebut dan memperingatkan soal label Hamas sengaja digunakan Israel untuk menciptakan legitimasi pembunuhan. Tuduhan itu kembali digencarkan setelah liputan Sharif soal kelaparan di Gaza mendapat perhatian luas di dunia internasional.

Data dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) menunjukkan lebih dari 180 jurnalis Palestina terbunuh dalam serangan Israel dalam kurun kurang dari dua tahun. Dari jumlah tersebut, 26 di antaranya dikategorikan sebagai pembunuhan yang disengaja. CPJ menyebut situasi ini menjadikan Gaza sebagai wilayah paling berbahaya di dunia bagi pekerja media.

Sementara itu, wartawan asing tidak diizinkan masuk ke Gaza kecuali dalam perjalanan singkat yang sepenuhnya dikendalikan oleh militer Israel. Larangan itu mencakup pembatasan ketat, termasuk larangan mewawancarai warga Palestina secara bebas.

Akibatnya, jurnalis lokal Palestina yang melaporkan langsung dari lapangan menjadi pihak yang paling rentan meski menjadi sumber informasi utama bagi publik internasional.

Baca juga: Perintah Milter Israel Bernama The Hannibal Directive dan Kontroversinya

Pertanyaan serius

Keberadaan unit legitimasi menimbulkan pertanyaan serius mengenai pelanggaran hukum internasional, khususnya status perlindungan terhadap jurnalis di zona konflik. Upaya mendiskreditkan jurnalis dengan tuduhan palsu tidak hanya membahayakan nyawa, tetapi juga ditujukan untuk mengikis kredibilitas laporan independen yang menjadi salah satu fondasi demokrasi dan akuntabilitas global.

Israel, yang menghadapi kritik tajam dari berbagai negara dan organisasi internasional, disinyalir mengandalkan strategi propaganda untuk menjaga legitimasi sekaligus kelanjutan dukungan militer.

Baca juga: Apa itu Israel Raya atau Greater Israel Ini Penjelasannya

Menurut laporan investigasi, pemerintah Israel kerap memberikan arahan langsung pada unit ini tentang isu-isu yang perlu diprioritaskan. Misalnya, saat kritik global memuncak terkait korban sipil, sel legitimasi segera diminta mencari informasi tentang penggunaan rumah sakit atau sekolah oleh Hamas untuk tujuan militer. Begitu juga ketika serangan kelompok bersenjata Palestina gagal dan justru menewaskan warga sipil, data tersebut akan dipublikasikan untuk memperkuat narasi Israel. 

Beberapa perwira di unit tersebut dikabarkan resah karena pekerjaan mereka lebih sering diarahkan untuk kepentingan propaganda dibanding keamanan. Ditengarai, propaganda dilakukan agar Israel dapat terus menjalankan operasi militernya. "Idenya adalah agar militer bisa terus beroperasi tanpa tekanan, supaya negara-negara seperti Amerika Serikat tidak menghentikan suplai senjata," kata seorang sumber intelijen. (Dhk/I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya