Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Menanti Arah Kebijakan Trump
Anastasia Arvirianty
Pelaku pasar juga tengah menunggu kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) yang diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember mendatang.
PASAR keuangan global sedang berada di masa penantian (wait and see) pascaterpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Pasar menanti langkah atau kebijakan yang akan ditempuh Trump setelah dilantik.
"Ia akan mengurus ratusan juta penduduk AS, jadi mestinya tidak akan ambil kebijakan yang kontroversial dan merugikan," ujar anggota Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti saat dijumpai dalam acara Sarasehan Mas TRIP, di Jakarta, kemarin.
Meski begitu, berdasarkan kampanye kemarin, menurut Destry, kebijakan Trump cukup untuk memberikan stimulus-stimulus bagi perbaikan ekonomi, semisal kebijakan mengurangi pajak korporasi dan pajak untuk masyarakat bawah serta meningkatkan pengeluaran untuk kesehatan masyarakat. Dengan begitu, menurut Destry, jika dilihat, memang sepertinya tidak ada kebijakan Trump yang akan membuat kontraksi ekonomi.
"Mungkin kebijakan proteksinya yang membuat khawatir, tapi sebagian besar negara maju memang sedang melakukan proteksi, sebab ekonomi mereka sedang berat. Jadi ibaratnya mengamankan kondisi diri sendiri dulu," terangnya.
Selain pengaruh dari terpilihnya Trump, pelaku pasar tengah menunggu kebijakan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan pada Desember mendatang. Hal itu dilatarbelakangi kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di AS yang pada kuartal III berangsur membaik.
Namun, ia berpendapat kondisi itu hanya bersifat sementara. Pasar memang sudah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed, tetapi tidak mengantisipasi terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS.
"Itu yang membuat pasar sedikit bergejolak kemarin. Akan tetapi, saya rasa saat ini pasar sedang mulai beradaptasi," ulasnya.
Pada Jumat (11/11), nilai tukar rupiah sempat menyentuh level 13.865 per dolar AS pada pukul 09.15 WIB. Namun, dalam penutupan perdagangan, nilai tukar rupiah menjadi 13.325 atau melemah 194 poin jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya, yakni 13.131. Sabtu (12/11) pagi, kurs dolar AS juga menguat terhadap sebagian besar mata uang utama dunia (lihat grafik).
Di sisi ekonomi, sentimen konsumen AS berbalik naik atau rebound pada awal November dari tingkat terendah dua tahun yang tercatat pada Oktober karena konsumen menaikkan ekspektasi ekonomi mereka. Angka awal sentimen konsumen untuk November naik menjadi 91,6 dari 87,2 pada Oktober, menurut indeks sentimen konsumen yang dirilis Jumat (11/11).
Investor juga mempertimbangkan prospek-prospek ekonomi AS di bawah pemerintahan Trump. Analis mengatakan meningkatnya kemungkinan pemotongan pajak dan serangkaian kebijakan yang secara umum propertumbuhan dari Trump, yang didukung keberhasilan Partai Republik menyapu bersih kursi di kongres serta mengangkat spekulasi pasar untuk kebangkitan inflasi dan suku bunga.
Rekam jejak
Berbeda dengan Destry, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro lebih menyoroti terpilihnya Trump dan impaknya untuk kondisi keamanan dunia. Berdasarkan sejarah dan rekam jejak, Partai Republik, yang mengusung Trump, merupakan partai yang suka menjadikan jual-beli senjata sebagai bisnis sehingga cenderung memicu peperangan.
"Jadi, jangan sampai terpilihnya Trump ini malah menimbulkan perang dan mengancam keamanan berbagai negara," kata Bambang pada kesempatan yang sama. (Ant/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved