Sengketa Laut China Selatan, Ketegangan dan Dinamika Geopolitik

Ajeng Tamyiz
26/9/2024 10:49
Sengketa Laut China Selatan, Ketegangan dan Dinamika Geopolitik
Tangkapan layar dari video yang diambil pada 31 Agustus 2024 dari kapal Penjaga Pantai Filipina (PCG) yang bertabrakan dengan kapal Penjaga Pantai Tiongkok di Laut China Selatan.(AFP/Philippine Coast Guard (PCG))

PERSETERUAN perbatasan laut internasional adalah konflik antara negara-negara mengenai klaim wilayah laut, dan sumber daya yang terkandung di dalamnya. Contoh signifikan adalah di Laut China Selatan

Sengketa Laut China Selatan adalah salah satu konflik maritim paling kompleks dan signifikan di dunia saat ini. Wilayah itu menjadi perhatian internasional karena potensi kekayaan sumber daya alam, jalur perdagangan yang strategis, dan kepentingan geopolitik yang tinggi.

Sengketa Laut China Selatan, melibatkan beberapa negara di Asia Tenggara, Konflik ini dipicu klaim tumpang tindih atas area yang kaya sumber daya alam dan jalur perdagangan strategis. 

Baca juga : Kekayaan Laut Kanada: Mengungkap Potensi Negara Maritim Terbesar di Dunia

1. Latar Belakang Sengketa

Laut China Selatan adalah perairan yang terletak di antara China, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Wilayah ini kaya akan sumber daya alam, termasuk minyak, gas, dan ikan. 

Selain itu, Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan strategis yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, yang merupakan jalur pelayaran utama, menghubungkan Asia dengan Eropa dan Amerika.

Sengketa ini berakar dari beberapa klaim teritorial yang tumpang tindih, dengan negara-negara yang terlibat, mengklaim hak atas pulau-pulau, dan perairan di sekitar Laut China Selatan.

Baca juga : Menggali Potensi dan Peran ZEE Terhadap Pembangunan Nasional

Berbeda dengan klaim Tiongkok, yang melalui “garis sembilan putus” (nine-dash line), yang dikenalkan sejak 1947, 'Negeri Tirai Bambu' itu mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan. 

Selain itu, Tiongkok juga mengklaim memiliki kedaulatan, atas semua kepulauan dan perairan di Laut China Selatan, serta dasar laut dan tanah di bawahnya, termasuk, kepulauan Spratly, Paracel, Pratas, dan Vereker Banks, serta Macclesfield Bank dan Scarborough Shoal, yang diklaim juga oleh negara lain. 

2. Pihak-Pihak yang Terlibat

Klaim negara-negara atas Laut China Selatan melibatkan beberapa pihak dengan klaim yang tumpang tindih:

  • Tiongkok: Mengklaim hampir seluruh wilayah melalui peta "nine-dash line" yang mencakup sebagian besar Laut dan pulau China Selatan.
  • Filipina: Mengklaim hak atas beberapa pulau dan atol di Laut China Selatan, termasuk Scarborough Shoal dan Spratly Islands. Filipina telah membawa sengketa ini ke Pengadilan Arbitrase Internasional (PCA) pada 2013.
  • Vietnam: Mengklaim kedaulatan atas beberapa pulau dan atol di Laut China Selatan, termasuk Kepulauan Spratly dan Paracel. Vietnam sering terlibat dalam ketegangan dengan Tiongkok, terkait eksplorasi sumber daya di daerah tersebut, berdasarkan sejarah dan administrasi tradisional.
  • Malaysia: Klaimnya mencakup beberapa fitur di Kepulauan Spratly, seperti Amboyna Cay dan Barque Canada Reef, yang juga diklaim oleh negara lain.
  • Brunei Darussalam: Memiliki klaim atas Louisa Reef dan beberapa terumbu karang di sekitar Kepulauan Spratly.
  • Taiwan: Klaimnya mirip dengan Tiongkok, termasuk beberapa pulau di Laut China Selatan. 

3. Dampak dan Konsekuensi

Sengketa Laut China Selatan tidak hanya berdampak pada negara-negara yang terlibat, tetapi juga memiliki implikasi luas bagi stabilitas regional dan global. 

Beberapa dampak yang dapat diamati adalah:

  • Ekonomi dan Perdagangan: Sengketa ini mengganggu kegiatan ekonomi, terutama dalam eksplorasi sumber daya dan perikanan. Banyak negara yang tergantung pada jalur perdagangan di SCS khawatir akan potensi konflik.
  • Stabilitas Regional: Sengketa Laut China Selatan dapat merusak stabilitas regional. Ketegangan antara negara-negara di kawasan tersebut bisa memicu perlombaan persenjataan, meningkatkan risiko konflik militer, dan memperkeruh hubungan antarnegara.
  • Militerisasi Wilayah: Tiongkok telah meningkatkan kehadiran militernya di Laut China Selatan, dengan membangun pulau-pulau buatan dan fasilitas militer, meningkatkan ketegangan dengan negara-negara tetangga dan kekuatan asing, seperti Amerika Serikat.

4. Upaya yang Dilakukan

  • Diplomasi Multilateral: Dialog antara negara-negara yang terlibat dalam sengketa, seperti pertemuan ASEAN-Tiongkok, diharapkan dapat menghasilkan solusi yang damai dan konstruktif.
  • Pengadilan Internasional: Pada 2013, Filipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas Tiongkok di Laut China Selatan kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda. 
  • Pada 2016, Mahkamah Arbitrase memutuskan bahwa klaim Tiongkok tidak memiliki dasar hukum, tetapi negara tersebut tidak menerima putusan mahkamah arbitrase tersebut.
  • Peringatan Internasional: Amerika Serikat (AS) telah meminta Tiongkok untuk menghentikan tindakannya, yang berbahaya dan mengganggu stabilitas di Laut China Selatan. Peringatan ini disampaikan, setelah Kapal Filipina dan Kapal Penjaga Pantai Tiongkok bertabrakan di Laut China Selatan. AS menyerukan, agar Tiongkok mematuhi keputusan Mahkamah Internasional, dan menghentikan tindakan mereka yang berbahaya. (berbagai sumber/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya