Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Inggris Gagas KTT Antikorupsi

Yanurisa Ananta
11/5/2016 08:10
Inggris Gagas KTT Antikorupsi
(Istimewa)

BULAN lalu, dunia geger ketika 11,5 juta dokumen rahasia dari kantor firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, bocor. Dalam dokumen itu, sejumlah nama, baik pengusaha maupun pejabat, tercatat memiliki bisnis offshore di negara-negara surga pajak.

Tujuan mereka melakukan bisnis atau menempatkan duit mereka di sana diduga untuk menghindari pajak di negara masing-masing.
Pada Senin (9/5) atau Selasa (10/9), Aliansi Jurnalis Investigasi Internasional yang pertama kali mengungkap dokumen itu kembali melansir data yang mereka miliki ke publik. Dari dokumen itu, lebih dari 113 ribu perusahaan Inggris, dari total 210 ribu perusahaan, terdaftar di Bri­tish Virgin Islands, salah satu negara surga pajak.

Saat menanggapi hal itu, pemerintah Inggris berencana menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Antikorupsi yang akan berlangsung di London, Inggris, Kamis (12/5). Undangan telah tersebar ke 40 negara. Presiden Kolombia, Nigeria, dan Afghanistan, serta Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry akan hadir bersama perwakilan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).

KTT itu digelar untuk mendorong aksi global yang baru dalam menangkis tindak korupsi setelah kemunculan bocoran dokumen Panama. Pada KTT itu, Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron diprediksi akan mengumumkan langkah-langkah konkret untuk melawan tindak pencucian uang yang kerap terjadi di pasar properti mewah London.

“Korupsi merupakan musuh yang menjadi akar dan tumbuh menjadi permasalahan dunia,” kata Cameron.

Juru bicara Cameron mengonfirmasi akan ada penanda­tanganan komitmen dalam KTT itu. Menurutnya, hal itu akan menjadi komitmen untuk ‘mengekspos tiap pelaku korupsi yang ditemukan, menindaklanjuti dan menghukum mereka yang berbuat, memfasilitasi, atau terlibat’. Komitmen itu juga berisi perjanjian memberi dukungan bagi korban dan memastikan korupsi ‘tidak merajalela’ di pemerintahan, kalangan bisnis, maupun komunitas.


Pesimistis

Tujuan tersebut sejalan dengan harapan para pegiat anti­korupsi. Namun, The Times melaporkan dokumen yang akan dihasilkan akan me­nguap begitu saja mengingat ada penolakan dari beberapa negara. Salah satu bentuk penolakan itu ialah penghapusan pedoman ‘tidak ada impunitas bagi para koruptor’. Kementeri­an Luar Negeri Rusia telah memberi indikasi bahwa kesepakatan akhir itu tidak akan mengikat.

Robert Barrington, Direktur Eksekutif Transparency International Inggris, mengatakan Cameron tak seharusnya memaksakan ambisi gagasan antikorupsinya kepada negara lain. “PM telah membuat platform pemerintah yang serius tentang perlawanan terhadap korupsi dan kini terserah negara lain jika mereka memiliki ambisi yang sama.”

Cameron sendiri sempat dipermalukan karena nama mendiang ayahnya muncul dalam Panama Papers. Dalam dokumen itu, dia disebut sebagai pemilik perusahaan offshore di Panama. Perusahaan semacam itu biasanya digunakan para elite untuk membeli properti mahal di London yang membuka celah adanya praktik pencucian uang.

Transparency International menjabarkan lebih dari US$260 juta properti di Britania diduga hasil korupsi yang dilakukan selama periode 2004-2014. (AFP/AP/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya