Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Kecaman tidak Membuat Namanya Pudar

09/5/2016 08:00
Kecaman tidak Membuat Namanya Pudar
(AP/YUI MOK/POOL)

"NAMA saya Sadiq Khan dan saya Wali Kota London," demikian seru Sadiq Khan di hadapan para pendukung sesaat setelah dilantik sebagai Wali Kota London di Southwark Cathedral, London, Inggris, Sabtu (7/5).

Identitas muslim melekat pada diri Sadiq. Identitas itu telah menjadi momok dalam beberapa tahun belakangan seiring sejumlah serangan terorisme.

Namun, identitas 'Khan' nama Sadiq tak dipandang sebelah mata oleh Londoners (masyarakat London).

Terbukti Sadiq Khan berhasil meraih 1,3 juta suara atau 57% dari total suara.

Bahkan ia mampu mengalahkan miliarder Tory Zac Goldsmith dari Partai Konservatif dan juga seorang anggota parlemen.

Ia juga telah menorehkan sejarah sebagai wali kota muslim pertama London.

Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron dari partai yang sama dengan Goldsmith menuduh Sadiq Khan telah berbagi mimbar dengan muslim radikal di depan umum.

Kecaman demi kecaman datang dari segala spektrum politik, berupaya menumbangkan Khan.

Melalui harian The Observer edisi Minggu (8/5), Khan menanggapi cacian tersebut.

Ia mengecam sindiran Cameron yang dianggap serupa dengan taktik Donald Trump.

"Mereka menggunakan ketakutan dan sindiran untuk membuat kelompok etnik dan agama yang berbeda berseteru. Sama seperti apa yang dilakukan Donald Trump," katanya dalam harian The Observer.

Perjuangan Sadiq Khan berbanding lurus dengan hasilnya.

Kemenangan Khan menuai pujian dari tokoh politik, termasuk kandidat calon presiden Amerika Serikat (AS) sekaligus mantan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton.

"Anak dari sopir (imigran) Pakistan, pemimpin hak-hak pekerja dan hak asasi manusia (HAM) dan kini Wali Kota London. Selamat, @SadiqKhan.-H," ucap Clinton melalui akun Twitter-nya.

Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia, Yudi Latif, mengakui keberhasilan Sadiq Khan menjadi wali kota muslim pertama London, Inggris, merupakan sebuah fenomena tersendiri.

Pasalnya, dirinya menilai interaksi perbedaan agama di negara Barat secara khusus masih minim pasca-Perang Dunia II.

Selain itu, keberhasilan Sadiq tersebut dinilai Yudi menjadi gambaran bagaimana sebuah pemilihan seorang kepala daerah terjadi.

"Harus menjadi contoh bagaimana memilih kepala daerah lebih kepada kapabilitas ketimbang latar belakangnya," terang pengamat politik tersebut saat dihubungi Media Indonesia, kemarin (8/5) malam.

Selain itu, isu SARA diharapkan juga jangan menjadi alat untuk mengkritik seorang pemimpin yang berasal dari kalangan minoritas.

"Kalau mau kritik pemimpin seperti itu, ya dari kebijakannya," tutur Yudi. (AFP/Aya/Ric/I-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya