Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KEMBALI dari misi internasional pascadebutnya sebagai wakil presiden Amerika Serikat (AS), Kamala Harris menuai kritik dari Partai Republik.
Harris, sebelumnya, bertolak ke Guatemala dan Meksiko untuk mencari solusi agar orang-orang di kedua negara itu, serta Honduras dan El Salvador, tidak bermigrasi ke AS.
Namun, dia belum mengunjungi daerah perbatasan di Selatan untuk melihat kondisi lapangan.
Baca juga: Pertemuan Putin dan Biden akan Digelar di Vila Tepi Danau
Hal itu mendorong partai oposisi dan beberapa politisi lainnya mengkritik sikap Harris yang dianggap tidak menanggapi permasalahan migrasi dengan serius.
Masalah imigrasi AS telah lama mengganggu administrasi selama beberapa dekade.
Hampir 180.000 orang dicegat dan lebih dari 80% di antaranya berasal dari Meksiko atau yang disebut Segitiga Utara Guatemala, Honduras, dan El Salvador.
Senator Republik Texas John Cornyn menggambarkan perjalanannya itu sebagai kesempatan yang terlewatkan.
Pada saat kunjungannya tersebut, ia mengatakan pada para migran untuk “Jangan datang ke AS.” Namun pernyataannya ini dianggap berbanding terbalik dengan tindakannya.
"Semua yang telah dilakukan Biden dan Harris telah mengirimkan pesan yang berlawanan dari ucapan tersebut,” kata Senator Texas dari Partai Republik Ted Cruz kepada Fox News.
"Kami telah melihat dalam lima bulan mereka menjabat dan bencana mutlak terjadi di perbatasan tanpa kemauan untuk memperbaiki masalah,” tambahnya.
Seakan menepis kritikan tersebut, Harris mengatakan dia akan tetap fokus mengatasi akar penyebab migrasi ilegal, yaitu kemiskinan dan kejahatan daripada melakukan gerakan-gerakan besar.
Dia juga membawa janji pemerintahan Biden tentang kebijakan imigrasi yang lebih manusiawi daripada pemerintahan Trump sebelumnya.
Sementara itu, Gedung Putih mengatakan bahwa perjalannya itu persis seperti yang diminta presiden untuk dia lakukan. (AFP/OL-1)
PERANG 12 hari (13-25 Juni) antara Iran versus Israel-AS telah berakhir dengan 'gencatan senjata'.
PEMERINTAH Israel menyatakan kesediaannya untuk menjajaki perdamaian dengan Suriah.
Menghadapi kenyataan adanya perang Iran-Israel saat ini, penulis sebagai eksponen Patriot Soekarnois belum melihat adanya sikap tegas dari pemerintah terhadap perang tersebut.
Presiden sementara Suriah Ahmad al-Sharaa dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang dipertimbangkan untuk bertemu di sela-sela Majelis Umum PBB yang akan datang di New York.
IRAN menolak klaim pembenaran AS atas serangan Negeri Paman Sam terhadap fasilitas nuklir Iran yang disebut Washington sebagai pembelaan diri kolektif.
AMERIKA Serikat telah menyetujui penjualan sistem panduan senilai US$510 juta (sekitar Rp8,24 triliun) untuk bunker Israel dan bom regular.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved