Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
PADA 1 Februari 2021 lalu, kudeta Myanmar dimulai saat Pemimpin de-facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa politisi ditahan oleh militer. Kini, kekuasaan diserahkan kepada panglima tertinggi militer, Min Aung Hlaing.
Peneliti Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Lidya C Sinaga menuturkan, kudeta militer ini menunjukkan bahwa militer Myanmar tidak pernah bersungguh-sungguh menyerahkan kekuasaan pada sipil.
Baca juga: Protes Kudeta, Ribuan Warga Myanmar Kembali Berdemo
“Meskipun junta telah dibubarkan pada 2011, sebenarnya politik domestik Myanmar tidak pernah jauh dari campur tangan militer. Bahwa konstitusi 2008 justru dibentuk untuk menjaga kelanggengan dominasi militer,” kata Lidya dalam webinar, Rabu (17/2).
Dia menilai, akar masalah yang menimbulkan kudeta di Myanmar saat ini ada pada konstitusi 2008. Menurutnya, pihak militer khawatir pemerintahan baru akan mengamandemen konstitusi 2008 yang selama ini memberikan kelanggengan bagi militer. Namun, selama konstitusi 2008 tidak diubah, akan sulit bagi Myanmar untuk menegakkan pemerintahan sipil yang stabil.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dijatuhi Dakwaan Baru, Dunia Mengecam
“Kekhawatiran bahwa parlemen yang akan dilantik pada 1 Februari akan mempunyai agenda besar untuk amandemen konstitusi, inilah yg menjadi alasan utama di balik kudeta ini. Kenapa milter khawatir? Jelas karena kepentingan militer akan terganggu dengan rencana amandemen ini, terutama kepentingan bisnis dan dominasinya di sektor utama ekonomi dan administrasi negara,” tandasnya. (Aiw/A-3)
FENOMENA autokratisasi secara global yang terjadi saat ini memasuki gelombang ketiga. Pemerintah otoriter lahir dengan cara 'memanfaatkan' sistem demokrasi.
Bantuan yang diberikan Amerika Serikat ke Gabon akan dihentikan setelah kudeta militer bulan lalu.
Diskusi antara Prancis dan Niger dilakukan terkait kelanjutan prajurit asal Prancis.
Capres Gabon dari oposisi Albert Ondo Ossa mengatakan pengambilalihan militer hanya revolusi bukan kudeta.
SEKELOMPOK perwira senior militer Gabon mengambil alih kekuasaan pada Rabu (30/8), seusai menuduh curang hasil pemilihan umum (Pemilu) yang dimenangkan petahana Ali Bongo Ondimba.
Sekitar 170.000 warga sipil, lebih dari setengah perkiraan populasi di Negara Bagian Karenni, telah mengungsi sejak militer merebut kekuasaan tahun lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved