Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
HUMAN Rights Watch, Senin (19/10), mengatakan penyiksaan, penghinaan, dan pemaksaan pengakuan merajalela dalam sistem penahanan praperadilan Korea Utara (Korut). Negara itu, kata HRW, memperlakukan tahanan tidak lebih dari seekor binatang.
Kelompok hak asasi yang berbasis di Amerika Serikat (AS) itu memanfaatkan wawancara dengan puluhan mantan tahanan dan pejabat Korut untuk menyoroti kondisi tidak manusiawi di fasilitas penahanan yang sering kali bak penyiksaan.
Korut yang dikenal bersenjata nuklir, telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi yang luas oleh PBB dan kritikus lainnya. Negara tertutup itu, hanya sedikit yang diketahui tentang sistem peradilan pidananya.
Baca juga: Pejabat Gedung Putih ke Suriah untuk Bebaskan Warga AS
Penganiayaan terhadap tahanan--dipukul dengan tongkat atau ditendang-- "sangat kejam" pada tahap awal penahanan praperadilan, kata orang yang diwawancarai.
"Peraturan mengatakan tidak boleh ada pemukulan, tapi kami membutuhkan pengakuan selama penyelidikan dan tahap awal pemeriksaan pendahuluan. Jadi, Anda harus memukul mereka untuk mendapatkan pengakuan," kata seorang mantan polisi Korut.
Mantan tahanan mengatakan mereka dipaksa duduk diam di lantai, berlutut, atau dengan menyilangkan kaki, selama 16 jam sehari.
Bahkan dengan gerakan sekilas yang mengarah pada hukuman. Hukumannya berkisar dari memukul - menggunakan tangan, tongkat, atau ikat pinggang kulit - hingga memaksa mereka berlari berputar-putar di sekitar satu yard hingga 1.000 kali.
"Jika saya atau orang lain pindah (di dalam sel), para penjaga akan memerintahkan saya atau semua teman satu sel untuk mengulurkan tangan kami melalui jeruji sel dan akan menginjak mereka berulang kali dengan sepatu bot mereka," kata mantan tahanan Park Ji Cheol.
Yoon Young Cheol, mantan tahanan lainnya, menambahkan, "Di sana, Anda hanya diperlakukan seperti Anda tidak lebih berharga dari seekor hewan dan pada akhirnya Anda akan menjadi seperti itu."
Beberapa perempuan yang diwawancarai bersaksi tentang kekerasan seksual yang merajalela di fasilitas tersebut.
Kim Sun Young, mantan pedagang berusia 50-an yang melarikan diri dari Korut pada 2015 mengatakan dia telah diperkosa interogatornya di sebuah pusat penahanan.
Petugas polisi lain menyerangnya secara seksual dengan menyentuhnya di balik pakaiannya saat menginterogasi dan dia tidak berdaya melawan.
Laporan itu meminta Pyongyang menghentikan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi.
HRW juga mendesak Korea Selatan (Korsel), AS, dan negara anggota PBB lainnya untuk secara terbuka dan pribadi menekan pemerintah Korut.
"Mengakhiri penyiksaan endemik dan perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat dalam penahanan," tulis laporan itu.
Pemimpin Korut Kim Jong Un adalah generasi ketiga dari keluarganya yang memerintah negara itu, dengan pengawasan negara tersebar luas dan perbedaan pendapat tidak dapat ditoleransi.
Negara itu telah dituduh PBB atas pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, meluas dan berat yang berkisar dari penyiksaan, pembunuhan di luar hukum hingga menjalankan kamp penjara.
Pyongyang menyatakan mereka melindungi dan mempromosikan hak asasi manusia yang sejati dan mengatakan tidak ada pembenaran bagi Barat untuk mencoba menetapkan standar hak asasi manusia di seluruh dunia.
Korut mengutuk kritik internasional atas masalah tersebut sebagai kampanye kotor untuk merusak sistem sosialis sakralnya. (AFP/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved