Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Dunia Gagal Penuhi Semua Tujuan Keanekaragaman Hayati

Faustinus Nua
17/9/2020 12:28
Dunia Gagal Penuhi Semua Tujuan Keanekaragaman Hayati
ILUSTRASI: Kawasan Konservasi Flora dan Fauna Tambling Wildlife Nature Conservation(TWNC), Lampung Selatan, Sabtu (28/2)(Oscar Efendy)

PBB menyampaikan bahwa negara-negara akan kehilangan semua target yang mereka tetapkan sendiri satu dekade lalu untuk melestarikan alam dan menyelamatkan keanekaragaman hayati yang vital di Bumi.

Dampak umat manusia pada alam selama lima dekade terakhir sangat dahsyat. Sejak 1970 hampir 70% hewan liar, burung, dan ikan telah punah, menurut penilaian WWF bulan ini. Tahun lalu, panel PBB tentang keanekaragaman hayati IPBES memperingatkan bahwa satu juta spesies menghadapi kepunahan karena aktivitas buatan manusia telah merusak tiga perempat daratan di Bumi dengan parah.

Baca juga: Victoria Laporkan Kasus Covid-19 Terendah sejak Juni

Pada tahun 2010, 190 negara anggota Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati berkomitmen pada rencana untuk membatasi kerusakan yang ditimbulkan pada alam di tahun 2020. Sejumlah 20 tujuan tersebut berkisar dari penghapusan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap hingga membatasi hilangnya habitat dan melindungi stok ikan.

Namun dalam Global Biodiversity Outlook (GBO) terbarunya, yang dirilis Selasa, PBB mengatakan bahwa tidak satu pun dari tujuan ini akan terpenuhi.

"Kita saat ini, secara sistematis, memusnahkan semua makhluk hidup non-manusia," kata Anne Larigauderie, sekretaris eksekutif IPBES, kepada AFP.

Menjelang Sidang Umum PBB dan tahun diplomasi yang penting untuk alam dan iklim, penilaian tersebut mengatakan bahwa tidak ada target keanekaragaman hayati yang akan sepenuhnya terpenuhi. Sehingga merusak upaya untuk mengatasi perubahan iklim.

Manusia Spesies Paling Berbahaya

Pandemi virus korona telah membatalkan rencana untuk dua KTT besar keanekaragaman hayati tahun ini, yakni negosiasi COP15 dan kongres global Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam. Keduanya bertujuan untuk meningkatkan upaya pelestarian alam internasional yang targetnya mundur ke tahun 2021.

Larigauderie mengatakan, krisis kesehatan global harus menjadi seruan bagi para pemimpin dunia.

"Kami secara kolektif lebih memahami bahwa krisis ini terkait dengan segala sesuatu yang ingin kami diskusikan pada pembicaraan COP15 (di Tiongkok)," katanya.

Elizabeth Maruma Mrema, Sekretaris Eksekutif Konvensi Keanekaragaman Hayati, mengatakan kepada AFP bahwa masyarakat sadar akan pentingnya alam. Hal itu setelah berbagai penyakit hingga pada virus korona baru muncul.

"Situasi dengan Covid-19 telah menunjukkan dengan sangat jelas bahwa deforestasi, perambahan manusia ke alam liar, berdampak pada kehidupan kita sehari-hari," katanya.

"Masyarakat telah menyadari bahwa spesies yang paling berbahaya adalah kita, manusia, dan bahwa mereka sendiri perlu berperan serta menekan industri untuk berubah." imbuhnya.

Penilaian tersebut menjabarkan jalur untuk membalikkan hilangnya alam selama dekade hingga 2030. Itu termasuk perubahan besar pada sistem pertanian dan pengurangan limbah makanan dan konsumsi berlebihan.

Darurat

GBO mengatakan bahwa beberapa kemajuan telah dibuat untuk melindungi alam dalam dekade terakhir. Misalnya, laju deforestasi telah turun sekitar sepertiga dibandingkan dengan dekade sebelumnya.

Periode 20 tahun sejak 2000 telah menyaksikan peningkatan kawasan lindung dari 10% daratan menjadi 15%, dan dari 3% lautan menjadi setidaknya 7% saat ini. Namun di antara bahaya terhadap alam yang dirinci dalam laporan itu adalah berlanjutnya subsidi bahan bakar fosil, yang diperkirakan oleh penulisnya berada di kisaran USD500 miliar per tahun.

David Cooper, penulis utama penilaian GBO, mengatakan bahwa ada segmen masyarakat dengan kepentingan pribadi. Sehingga dapat mencegah pemerintah mengurangi dukungan untuk industri yang menyebabkan polusi.

"(Subsidi) berbahaya bagi keanekaragaman hayati dan dalam banyak kasus secara keseluruhan merugikan secara ekonomi dan sosial," ungkapnya.

Baca juga: Kematian Global Akibat Covid-19 Capai 936.095

Menanggapi penilaian PBB, Andy Purvis dari Departemen Ilmu Hayati di Museum Sejarah Alam Inggris, mengatakan hal itu mengejutkan bahwa dunia akan kehilangan semua 20 target perlindungan alamnya sendiri.

"Kita harus menyadari bahwa kita berada dalam keadaan darurat planet. Kalau kita jalani bisnis seperti biasa, kita semua akan gulung tikar. Bukan hanya spesies yang akan punah, tetapi ekosistem juga akan rusak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat," tutupnya. (AFP/OL-6)


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya