Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Trauma masih Dirasa

12/3/2016 03:10
Trauma masih Dirasa
(AFP)

LIMA tahun silam, gempa berkekuatan 9 SR memorakporandakan timur laut Jepang, terutama di wilayah Sendai yang masuk Perfektur Miyagi.

Gempa besar itu memicu tsunami yang menelan korban sedikitnya 18 ribu jiwa.

Gelombang raksasa itu tak hanya menyapu bangunan, jembatan, dan pasar, tapi juga menyeret sejumlah kapal hingga ke tengah kota.

Air bah juga meyeruak dan merusak fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi, sehingga mendorong darurat nuklir akibat ancaman bahaya radiasi.

Puluhan ribu orang dievakuasi dari wilayah yang terduga terdampak.

Kini, lima tahun setelah tragedi mematikan itu, banyak korban yang belum bisa kembali ke rumah mereka, bahkan ada yang memang tak mau kembali karena takut terkontaminasi.

Mereka lebih memilih tinggal di unit perumahan sementara di luar zona eksklusi, hidup berdesakan dalam bangunan kecil yang hanya dirancang untuk bertahan hingga 24 bulan.

"Saya ingin kembali ke kampung halaman tercinta, tapi kami tidak bisa. Ada terlalu banyak radiasi. Kota Futaba merupakan tempat kelahiran anak-anak saya, sedih kita tidak bisa tinggal di sana lagi," ungkap Maki Yakota, 30.

Anak Yakota, Sora Yakota, 8, ikut menimpali, "Saya selalu menyaksikan kereta lewat rumah lama saya. Saya ingin kembali dan pergi ke sekolah dan bermain dengan teman-teman saya lagi."

Selain tinggal di tempat penampungan yang sempit, sebagian korban tsunami ada yang memilih bermukim di tempat lain di Jepang.

Para korban bencana itu sengaja mengubur mimpi dan harapan mereka untuk kembali ke bekas rumah yang ditinggalkan.

"Saya tinggal sendirian sekarang. (Keluarga saya) semua tinggal di tempat yang berbeda. Sebelum bencana ini, kita semua hidup di Kota Futaba, berdekatan satu sama lain. Sulit bagi kami untuk dapat saling melihat lagi," tutur Setsuko Matsumoto, 65.

Kesedihan dan nasib kurang beruntung yang menimpa warga korban tsunami itu menyita perasaan keluarga Kekaisaran Jepang.

"Saya merasa sedih memikirkan mereka yang hingga kini tak bisa kembali ke tempat tinggal mereka," ungkap Kaisar Akihito, saat memperingati lima tahun tragedi tersebut di Tokyo, Jumat (11/3).

Perdana Menteri Shinzo Abe dan Kaisar Akihito menghadiri peringatan bencana tsunami di Tokyo, ibu kota Jepang.

Mereka bergabung dengan warga lainnya untuk mengheningkan cipta secara nasional tepat di waktu gempa melanda.

Kini, sebagian area di Fukushima memang tak boleh lagi dihuni.

Perusahaan TEPCO, yang mengoperasikan pembangkit nuklir di wilayah itu, memerkirakan pembersihan dan pemulihan area terdampak dan terkontaminasi mungkin tidak akan selesai sampai 2050.

Lewat kebijakan energi mereka, pemerintah Jepang berencana tetap melanjutkan proyek reaktor nuklir.

Mereka beralasan butuh sumber energi dari reaktor itu.

"Proses rekonstruksinya memang bertahap," ujar PM Abe.

Kata dia, Jepang tetap butuh tenaga inti atom itu sebagai salah satu sumber energi. (AFP/CNN/Haufan Hasyim/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya