Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
PROTES menuntut Presiden Ibrahim Boubacar Keita di Mali untuk mundur dari jabatannya terus berlanjut. Pada Sabtu (11/7), hari kedua aksi protes tersebut, ribuan warga kembali memenuhi jalanan di ibukota Mali, Bamako.
Dikutip France24, para demonstran menolak permintaan presiden Keita untuk berdialog secara damai. Mereka berusaha menduduki kantor pemerintahan, stasiun televisi negara, bahkan melakukan pembakaran.
Baca juga: Imam di Beijing Minta Muslim Tiongkok Dukung Kebijakan Soal Haji
Jumlah masa yang terus bertambah dan aksi anarkis lainnya memaksa pihak kepolisian harus membubarkan secara paksa. Sehingga, gas air mata pun terpaksa ditembakan ke kerumunan demonstran.
Juru bicara rumah sakit Gabriel Toure di Bamako Djime Kante melaporkan satu orang tewas di hari pertama aksi protes, Jumat (10/7). Gas air mata pun ditembak hingga ke rumah sakit pada hari Sabtu, dan yang terluka terus berdatangan.
"Saat ini ada lebih dari 40," kata Kante.
Protes yang sudah berlangsung 2 hari berturut-turut itu menandai meningkatnya gerakan yang melawan pemerintah. Presiden Keita yang masih memiliki 2 tahun masa jabatannya di negara salah satu Afrika Barat itu tidak mampu mengatasi para ekstremis Islam. Bahkan, dalam pemilihan legislatif beberapa bulan lalu terjadi banyak sengketa, sehingga pemerintahannya dinilai tidak stabil.
Sebelumnya, dalam pidato negaranya untuk menenangkan para demonstran, dia berjanji untuk memperbaiki pengadilan konstitusional.
"Saya ingin sekali lagi meyakinkan orang-orang tentang kesediaan saya untuk melanjutkan dialog dan menegaskan kembali kesiapan saya untuk mengambil semua langkah dengan kekuatan saya untuk menenangkan situasi," katanya.
Gerakan anti-pemerintah menginginkan Majelis Nasional dibubarkan. Gerakan itu disebut Gerakan 5 Juni atau M5 yang menandai hari ketika para demonstran pertama kali turun ke jalan secara massal.
Baca juga: 5 Orang Tewas dalam Insiden Serangan di Gereja Afrika Selatan
Adapun, beberapa kelompok meminta Presiden Keita untuk mundur dan beberapa lainnya masin menginginkannya.
Keita naik ke tampuk kekuasaan setelah operasi militer yang dipimpin Perancis untuk menggulingkan ekstrimis Islam yang menguasai kota-kota di Mali utara pada 2013. Kemudian, dia memenangkan pemilihan demokratis pertama yang diselenggarakan setelah kudeta militer tahun sebelumnya. (France24/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved