Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
DALAM menyoroti perkembangan terbaru terkait eksploitasi anak buah kapal (ABK) WNI di kapal berbendera Tiongkok, Perwakilan Tetap RI (PTRI) di PBB meminta Dewan HAM PBB untuk memerhatikan masalah pelanggaran HAM di industri perikanan.
Dalam sebuah rilis PTRI, Senin (11/5), delegasi RI mengingatkan situasi hak asasi manusia cenderung terabaikan selama masa pandemi covid-19. Dalam hal ini, delegasi Indonesia secara khsusus merujuk ke situasi yang sering kali rentan dihadapi anggota kru nelayan Indonesia yang bekerja pada kapal asing, yang haknya sering dilanggar, kondisi hidup tidak manusiawi, dan situasi seperti perbudakan, yang pada gilirannya telah mengakibatkan korban.
Kekhawatiran tersebut diangkat PTRI selama konsultasi informal yang diselenggarakan Presiden Dewan HAM PBB, pada 8 Mei, dengan agenda pembahasan kemungkinan Dewan HAM mengeluarkan Pernyataan Presiden Dewan HAM PBB (PRST) mengenai Efek Pandemi terhadap HAM.
“Selama pertemuan virtual antara Presiden Dewan HAM, negara anggota dan pengamat, dan perwakilan masyarakat sipil, Indonesia menggarisbawahi kebutuhan mendesak Dewan untuk melindungi hak-hak kelompok rentan, khususnya hak-hak orang yang bekerja di sektor perikanan,” kata Duta Besar dan Perwakilan Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Hasan Kleib.
Strategis
Lebih lanjut, Kleib menegaskan perlindungan semacam itu tidak hanya penting, tetapi juga strategis, karena perikanan merupakan
salah satu sektor utama dalam memastikan ketahanan pangan, khususnya di masa pandemi global.
Pemerintah Tiongkok berjanji akan serius menindaklanjuti laporan mengenai pelarungan jenazah tiga ABK Indonesia dan dugaan
eksploitasi terhadap ABK lainnya yang bekerja pada kapal pencari ikan berbendera Tiongkok.
“Tiongkok menanggapi laporan ini dengan sangat serius. Pihak Tiongkok terus menjalin komunikasi dengan Indonesia mengenai hal itu,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian dalam pernyataan tertulis seperti dikutip Antara, kemarin.
Pelanggaran HAM yang dialami ABK Indonesia terbongkar pertama kali pada 2015 lalu. Ratusan ABK asal Indonesia terjerat perbudakan modern saat bekerja di PT Pusaka Benjina Resorces (PBR) di Benjina, perusahaan perikanan yang berbendera Thailand. Para ABK di Benjina tak mendapatkan gaji dan mereka kerap menerima siksaan fisik.
Delegasi Indonesia untuk Dewan HAM juga menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam penanggulangan covid-19, termasuk dengan memastikan akses global ke produk kesehatan, mencakup diagnostik, terapi, dan vaksin. (Hym/Ant/I-1)
Salah seorang tim pengacara, David Surya, mengatakan pihaknya diajak ikut serta dalam setiap perkembangan perkara seusai Polri membuka penyelidikan.
Penyelidikan yang dilakukan oleh pihaknya berusaha mengungkap proses pemberangkatan para ABK tersebut.
Para anak buah kapal (ABK) Warga Negara Indonesia dari 5 kapal pesiar berbendera asing, tengah melakukan isolasi mandiri di 5 hotel yang berbeda di Jakarta.
"ABK yang dirawat di Wisma Atlet sebanyak 172 orang," kata Yudo.
Sejumlah awak anak buah kapal Warga Negara Indonesia tengah dirawat di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet dan ada pula yang sedang mengisolasi diri hotel-hotel Jakarta.
Sebanyak 1.192 awak anak buah kapal Warga Negara Indonesia dari kapal berbendera asing dipulangkan ke kota asalnya usai menjalani pemeriksaan tes kesehatan dan dinayatakan negatif covid-19
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved