Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KEADAAN langit tak biasa akan berlangsung di sejumlah wilayah, termasuk Eropa, Afrika dan Amerika. Gerhana bulan total kemungkinan menunjukkan pemandangan bulan merah yang terlihat lebih besar.
Bulan purnama tampak lebih besar dari biasanya karena posisinya berdekatan dengan Bumi, sekitar 222 ribu mil. Alhasil fenomena alam tersebut dijuluki "Super Moon". Pada puncak gerhana, dengan catatan langit malam bersih dari kepungan awan, Planet Venus dan Jupiter seharusnya bersinar terang.
Baca juga: Dapat Gangguan Dari Penumpang, Scoot Alihkan Penerbangan
Penduduk di wilayah Perancis dapat menikmati gerhana bulan total sekitar pukul 03.34 GMT atau 4.34 pagi, Senin (21/1). Gerhana sebagian akan dimulai ketika Bulan melewati bayangan Bumi. Sementara di Amerika Serikat (AS), pinggiran Bulan akan mulai membayangi wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur masing-masing pada pukul 19.33 dan 22.33.
Selama satu jam dan dua menit, dari pukul 04.41 hingga 05.43 GMT, Bulan akan sepenuhnya berada di bawah bayangan Bumi. Akan tetapi, Bulan akan terlihat berwarna merah, oranye dan merah muda. Pada pukul 06.51 GMT, Bulan sepenuhnya keluar dari bayangan Bumi.
Wilayah Eropa dan Afrika Barat akan mendapat pandangan terbaik untuk melihat gerhana. Namun, tidak akan sampai tahap akhir. Di wilayah Eropa Timur, penduduk setempat akan melihat tahap awal gerhana total. Sementara di Afrika Utara dan Afrika Barat akan menikmati pemandangan gerhana total, namun akan melewatkan fase akhir gerhana.
Seluruh gerhana semestinya terlihat di Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, berikut Beglia, Perancis dan Spanyol. Ini dengan catatan selama pandangan ke langit tidak dikaburkan gumpalan awan. Apabila kondisi langit tempat Anda berada tengah mendung, Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) mengimbau untuk mengecek saluran langsung gerhana bulan di https://www.timeanddate.com/live.
Sepanjang gerhana, Bulan tampak merah karena cahaya Matahari tidak langsung meneranginya. Selain itu, Bumi juga melintas di antara Bulan dan Matahari. "Warna yang dihasilkan dipengaruhi sebaran Rayleigh, di mana cahaya biru Matahari menyebarkan molekul-molekul di atmosfer Bumi, yang juga terjadi saat Matahari terbenam," jelas Royal Astrnomical Society of Britain.
Baca juga: Laju Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok Semakin Melambat
"Cahaya merah Matahari yang tersebar jauh lebih sedikit melalui udara. Dan itu dibengkokkan atmosfer Bumi dalam proses yang disebut pembiasan, berjalan sepanjang jalur yang melaluinya untuk menerangi permukaan Bulan," lanjut laporan tersebut.
Astronom dari Observatory of Paris-PSL, Florent Deleflie, mengatakan gerhana Bulan total atau sebagian rata-rata terjadi setidaknya dua kali setahun. Hanya saja, fenomena tersebut kadang jarang terlihat di seluruh wilayah. Peristiwa langka ketika gerhana Bulan total terlihat di hampir sebagian daratan Bumi, seperti halnya pada Senin ini.
Penuduk Eropa terakhir kali melihat gerhana Bulan total pada Juli 2018. Kesempatan berikutnya diperkirakan terjadi pada 2022, namun seluruh benua tidak dapat melihat totalitas gerhana Bulan sampai 2029. Di lain sisi, penduduk Amerika Utara kemungkinan akan melihat Bulan berwarna darah pada 2021 di sepanjang Pantai Barat dan pada 2022 di sepanjang Pantai Timur.(AFP/OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved