Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Vikuna, Hewan Berharga Di Ambang Kepunahan

BBC/Tesa Oktiana Surbakti/I-2
24/9/2018 02:00
Vikuna, Hewan Berharga Di Ambang Kepunahan
(AFP PHOTO / Cris BOURONCLE)

VIKUNA tidak sekadar hewan, tetapi juga menjadi inti jiwa Peru. Kerabat Llama dengan tubuh lebih kecil dan elegan ini dinobatkan sebagai hewan nasional yang menghiasi lambang maupun bendera negara, hingga uang koin.

Pada peradaban Inca, dua juta ekor vikuna berkeliaran bebas memenuhi pegunungan Andes. Wilayah dataran tinggi yang sepi menjadi surga bagi tumbuh kembang vikuna. Bangsa Inca percaya vikuna memiliki kekuatan khusus sehingga haram untuk dibunuh. Pun, hanya bangsawan Inca yang diperbolehkan mengenakan pakaian berbentuk jubah, dibuat dari kulit vikuna yang berbulu halus.

Dulu, bangsa Inca hanya boleh memanen bulu yang berharga itu setiap empat tahun sekali. Mereka harus mengadakan ritual khusus dan manusiawi, dikenal sebagai chaccu. Beberapa vikuna terpilih dicukur perlahan dan kemudian dilepaskan. Kulit menyerupai kain berbulu itu diperlukan layaknya emas serta disimpan di gudang kerajaan.

Sayangnya, situasi berubah kala serdadu Spanyol menemukan kerumunan vikuna pada 1532. Kekaguman terhadap bulu emas membuat serdadu Spanyol gelap mata. Mereka pun mulai memburu hewan tersebut menggunakan senjata. Selama berabad-abad lamanya, banyak manusia mendambakan bulu halus vikuna yang identik dengan kemewahan. Hal itu mengakibatkan spesies berbulu emas ini berada di ambang kepunahan. Populasi vikuna turun drastis, kini kurang dari 10 ribu ekor.

Pemerintah Peru mendirikan tempat perlindungan vikuna pertama yang diberi nama Suaka Nasional Pampa Galeras. Dengan luas 16 ribu hektare di Provinsi Lucanas, ribuan vikuna bisa hidup tenteram. Pada 1969, pemerintah mengeluarkan larangan perdagangan berbagai produk dari kulit vikuna. Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES) menyatakan vikuna sebagai hewan paling terancam di dunia, sekaligus memosisikan spesies itu pada daftar teratas larangan perdagangan internasional.

Akan tetapi, masih tingginya permintaan konsumen mendorong eksistensi pasar gelap vikuna. Para pemburu mengabaikan aturan demi memperoleh keuntungan US$1.000 per kilo. Pengawasan pun tidak mudah, mengingat habitat vikuna terlalu luas. Alhasil, penegakan hukum sulit dijalankan.

Menghadapi penurunan populasi vikuna, pemerintah serta konservasionis mulai mempertimbangkan rencana membangkitkan kebudayaan Inca. Guna menyelamatkan hewan yang dianggap suci, penduduk desa ditugaskan sebagai penjaga vikuna. Berikut wacana pemberian hak bagi penduduk desa untuk memotong dan menjual bulu vikuna seturut ritual bangsa Inca. Bagimanapun pemotongan berbasis aspek berkelanjutan bisa menjadi solusi. Tidak hanya menyelamatkan vikuna dari kepunahan, tetapi juga memberikan penghasilan bagi penduduk miskin di wilayah pegunungan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik