Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Menyelamatkan Sulam Tradisional Palestina

Ant/I-1
17/9/2018 06:20
Menyelamatkan Sulam Tradisional Palestina
(AFP PHOTO / KHALIL MAZRAAWI)

Maha Abu Shousheh, seorang perempuan pengusaha Palestina, melakukan perjalanan untuk menemukan pakaian dengan sulaman tradisional di desa kelahirannya yang telah hilang.

Perempuan 56 tahun yang kini tinggal di Kota Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, itu ikut menyaksikan pengusiran paksa hampir dua pertiga warga Palestina pada 1948, termasuk keluarganya.

Kenangan mengenai orangtuanya mendorong dia melakukan perjalanan untuk mencari pakaian dengan sulaman tradisional di kota kelahirannya, Abu Shousheh, di dekat Kota Ramallah sejak usia 17 tahun meskipun desa itu kini sudah tidak berbekas.

Perjalanannya selama hampir 40 tahun telah membuat dia mempelajari banyak kisah perempuan Palestina di belakang pakaian tradisional buatan tangan dari berbagai daerah dan melewati bermacam waktu.

Pakaian tradisional Palestina ialah kostum nasional yang dihiasi sulaman dengan menggunakan bahan berbeda yang dijahit dengan tangan dan diberi warna benang sutra.

Pakaian itu ditenun tangan dengan menggunakan jalinan benang sutra halus, yang harus dikerjakan dengan sangat tepat dan penuh kesabaran besar. Pekerjaan itu dilakukan kaum perempuan Palestina--untuk pakaian mereka sendiri dan pakaian kaum pria untuk bermacam kesempatan.

Maha mengungkapkan ia butuh waktu bertahun-tahun dan berulang kali gagal sebelum akhirnya menemukan pakaian perempuan yang sangat mirip pakaian perempuan tradisional tempat kelahirannya.

"Pakaian pertama yang saya temukan, saya kira itu salah satu pakaian tradisional tempat kelahiran saya. Ternyata itu adalah pakaian Badui. Buat orang yang tak berpengalaman, satu pakaian yang dihiasi sulaman indah, warna bagus, dan banyak bunga akan menarik perhatiannya," katanya.

"Itu adalah pakaian Badui yang cantik dan saya pandang dengan penuh rasa sayang. Saya percaya pakaian itu bernilai untuk dipamerkan di museum. Tapi, ketika saya sampai di rumah, mereka memberi tahu saya itu merupakan pakaian yang dikenakan perempuan Badui dan bukan perempuan tempat kelahiran saya," kata Maha.

Akhirnya maha pun menjadi orang yang lebih berpengalaman untuk mempelajari penampilan pakaian tempat kelahirannya dan kemudian mengalihkan perhatian pada pakaian yang dekat dengan perempuan Abu Shousheh.

Perjalanannya berat, kata Maha Abu Shousheh, sebab setelah Bencana (Nakba) 1948 buat orang Palestina, kebanyakan harga diri rakyat hilang, norma berubah, dan cara sulaman tradisional juga berubah.

Menurut para peneliti di Museum Etnografik Universitas Birzeit, pakaian tradisional pra-1948 dipenuhi perincian yang mewakili wilayah geografis, kelas sosial, dan kondisi sosial di Palestina.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya