Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PARTAI Komunis Tiongkok (CPC) telah menyiapkan jalan terbuka kepada Presiden Xi Jinping menuju peraturan berkuasa tanpa batasan waktu yang pasti.
Namun, sebuah analisis memperingatkan hal itu dapat membawa risiko yang sangat besar karena meninggalkan model suksesi yang telah menghasilkan stabilitas setelah beberapa dekade yang penuh gejolak di bawah pendahulunya, Mao Zedong.
Analisis lain juga memperingatkan, memberikan semua tuas kekuatan kepada satu orang dapat mengikis hak asasi manusia, membuat negara-negara lain tidak nyaman, dan bahkan membuat perangkap untuk peraturan Xi.
"Dengan batas waktu dua periode, Xi akan tunduk pada pengawasan yang lebih ketat oleh warga Tiongkok dan elite politik dan kaum Maois Baru," kata Simone van Nieuwenhuizen, penulis yang berbasis di Sydney, Australia.
Sebelumnya, pengumuman tentang usulan aturan berkuasa tanpa batasan waktu yang pasti tiba-tiba muncul pada Minggu (25/2). Hal itu oleh sejumlah kalangan dinilai akan semakin menjauhkan era kepemimpinan kolektif yang diperjuangkan pemimpin reformasi Deng Xiaoping untuk mencegah kembalinya tokoh lain pemuja Mao.
"Batas waktu ialah bagian penting dari pelembagaan transisi kepemimpinan, sesuatu yang telah melanda partai Komunis yang menyebabkan pemerintahan tirani dan kemunduran partai," kata Jonathan Sullivan, Direktur Institut Kebijakan Tiongkok di Universitas Nottingham.
Ia menambahkan, aturan itu memungkinkan transisi yang mulus dan kesatuan partai yang awet. Sebagai informasi, Xi telah memberikan sinyal tentang ambisinya tetap berkuasa saat tidak ada ahli waris yang dinobatkan pada kongres lima tahunan pada Oktober.
Sementara itu, Tabloid Global Times yang dikelola negara, mengatakan usulan amendemen Komite Sentral untuk menghapuskan batas waktu akan memperbaiki sistem kepemimpinan di Tiongkok. "Dari kampanye antikorupsi yang komprehensif memajukan hukum hingga restrukturisasi ekonomi, Komite Sentral CPC dengan Xi pada titik intinya, telah dengan tegas membuka era baru untuk Tiongkok yang penuh harapan," kata harian tersebut dalam sebuah editorial.
Namun, Sam Crane, pakar sejarah Tiongkok di Williams College di AS, menyatakan keraguan tentang hal itu. "Saya ragu dia akan menggunakan kekuatan politiknya untuk memaksakan reformasi ekonomi karena hal itu memerlukan pemberdayaan agen ekonomi nonpartai," tukasnya. (AFP/Arv/I-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved